Lahirnya program nasional Pemerintah Pusat kedepan menargetkan harus adanya Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dimasing-masing desa dan kelurahan, Kamis (11/12/2025).
Ini harus ditangkap sebagai peluang besar wujudkan koperasi sebagai penguat ekonomi kerakyatan.
Hal ini disampaikan, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat, Bidang Pemerintahan, H. Didi Sukardi, Selasa kemarin (9/12) di Kantor KDS Center, Ciamis.
"Hadirnya KDMP harus disambut baik dan ditangkap sebagai peluang besar untuk memperkuat ekonomi kerakyatan," katanya.
Dijelaskan, H. Didi Sukardi, dari sisi norma (ketentuan aturan) pertama, koperasi itu adalah soko guru ekonomi kerakyatan yang sangat kuat. Dan ini adalah persoalan bangsa selama ini, bagaimana ekonomi yang benar itu adalah ya, Ekonomi Pancasila.
"Ekonomi Pancasila yang benar bentuk realnya yakni koperasi. Jadi ketika presiden kita membuat satu kebijakan tentunya pemimpin kita ingin mengaplikasikan Ekonomi Pancasila," ujarnya.
Menurutnya, Presiden sedang melaksanakan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, maka ini harus kita support, (dukung, red), " tegasnya.
Selanjutnya, dengan akan digalakannya program KDMP, Itu sedang memindahkan anggaran dari pusat ke daerah ecara masif, sehingga triliunan anggaran nantinya akan berputar dibawah.
"Sehingga ini sangat menguntungkan daerah sampai pada level masyarakat desa. Sementara persoalan mendasar di masyarakat adalah tuntutan kesejahteraan rakyat, maka ekonomi nantinya akan merata di seluruh Indonesia," tandasnya.
Lebih lanjut, Didi menggambarkan, bisa kita bayangkan jika anggaran yang ratusan triliun itu terdistribusi di desa, maka tidak segelintir orang yang akan menikmatinya.
Jadi ekonomi yang akan dikembangkan pemerintah pusat disini adalah Ekonomi Pancasila bukan ekonomi kapitalis.
Meski program menurutnya sangat bagus dan harus didukung, problem (persoalan, red) pasti ada.
Apa problemnya, yakni kesiapan daerah dalam menangkap peluang tersebut adalah Sumber Daya Manusia (SDM).
Tetapi problem tersebut tidaklah fatal, karena persoalan hal demikian bisa di upgrade sambil berjalan.
"Jadi sumber daya manusia yang ada di desa, saya kira di desa banyak sarjana, banyak anak muda, itu tinggal di upgrade, dibimbing, diawasi, dibekali, itu dalam waktu singkat akan punya kemampuan," tuturnya.
Didi menilai program tersebut berpotensi besar menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat jika diterapkan secara konsisten dan terstruktur.
Ia, menggambarkan perubahan fundamental yang akan terjadi bila distribusi kebutuhan pokok dan barang konsumsi desa dikelola melalui koperasi.
“Coba bayangkan, kalau di desa semua kebutuhan harian masyarakat sembako misalnya didistribusikan lewat koperasi. Koperasi bisa membeli barang langsung dari pabrikan dengan harga produsen. Maka masyarakat akan dapat harga jauh lebih murah dibanding beli ke minimarket seperti Al-Fa’idah,” bebernya.
Menurut Didi, pemangkasan rantai distribusi itu akan membuat harga menjadi seribu hingga beberapa ribu rupiah lebih murah. Dampaknya bukan hanya pada efisiensi, tetapi juga terhadap kesejahteraan dan perputaran keuangan di desa.
“Selain duit beredar di desa, harga lebih murah, kesejahteraan masyarakat meningkat. Ekonomi desa bergerak,” tegasnya.
Menanggapi anggapan bahwa kehadiran KDMP berpotensi berbenturan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Didi menegaskan hal tersebut keliru.
“Tidak usah dibenturkan. Dan tidak bisa dibenturkan. Kalau di satu desa BUMDes-nya tidak berjalan, ya sudah fokus ke KDMP. Tapi kalau BUMDes sudah berjalan, tinggal pembagian tugas. BUMDes fokus di yang sudah berjalan, KDMP bergerak di bidang lain,” jelasnya.
Ia menilai sinergi dua lembaga desa justru memperkuat ekosistem ekonomi lokal serta mencegah tumpang tindih kewenangan.
Didi menegaskan bahwa KDMP bukan sekadar program bisnis, tetapi memiliki dampak sosial yang luas, mulai dari kesehatan hingga pemerataan ekonomi.
“Daya beli masyarakat desa rendah. Dengan KDMP mereka tertolong karena uang Rp10.000 bisa mendapat harga lebih murah di koperasi, dan mereka juga menerima bagi hasil. Jadi ekonomi berputar di antara mereka sendiri. Kekayaan tersebar ke semua warga,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa tanpa koperasi kuat, distribusi kebutuhan pokok desa akan dikuasai kelompok bermodal besar yang akhirnya hanya memperkaya pemodal.
“Kalau yang jadi distributor itu kelompok kapitalis, keuntungan dinikmati mereka. Yang kaya makin kaya, masyarakat tetap miskin. Itu yang ingin kita putus,” tegasnya.
Didi juga menyoroti manfaat KDMP bagi sektor pertanian. Menurutnya, jika seluruh kebutuhan petani, termasuk pupuk dan sarana produksi pertanian (saprotan), dapat diakses melalui KDMP, kepastian harga akan lebih terjaga.
“Distribusinya satu saja KDMP. Maka semua petani di Indonesia bisa membeli pupuk dengan harga sesuai harga pemerintah. Sekaligus mereka jadi anggota KDMP dan dapat SHU. Itu manfaat yang sangat nyata,” jelasnya.
Untuk mengoptimalkan dampak program, Didi menekankan perlunya kolaborasi kelembagaan.
“Dengan adanya KDMP, maka Dekopinda dan Dinas Koperasi harus proaktif. Nanti akan terasa manfaat adanya Dekopinda dan peran Dinas Koperasi dan UMKM,” tuturnya.
Ia menyebut, peran koordinatif Dekopinda dalam penguatan koperasi di daerah sudah mulai terlihat, namun harus terus diperkuat agar manfaatnya lebih dirasakan masyarakat.
Di akhir wawancara, Didi menegaskan bahwa penolakan terhadap KDMP umumnya datang dari kelompok pemilik modal besar yang memiliki kepentingan dalam rantai distribusi lama.
“Yang tidak setuju dengan KDMP itu sebenarnya kelompok kapitalis. Mereka yang selama ini menikmati keuntungan dari distribusi. Tapi KDMP hadir untuk masyarakat,” pungkasnya.

