![]() |
| Ratusan Massa Ampera Saat Aksi Unras di Depan Kantor Kejaksaan Negeri Kota Blitar, Kamis (18/12/2025)/Liputanesia.co.id/Foto : Faisal Nur Rachman. |
Blitar - Ratusan masyarakat yang tergabung di dalam Aliansi Masyarakat Pendukung Reforma Agraria (Ampera) menggelar aksi unjuk rasa (unras) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar, Kamis (18/12/2025), dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi se-Dunia (Hakordia).
Koordinator aksi Ampera, Muhammad Erdin Subchan, menyampaikan aksi ini untuk menagih fungsi negara dalam menegakkan hukum, membongkar korupsi dan memulihkan keadilan agraria serta keadilan lingkungan.
"Kami menegaskan sejak awal Ampera menjunjung asas praduga tak bersalah, tetapi kami juga menolak keras pembiaran, ketidakpastian dan penanganan perkara yang tidak transparan. Karena di situlah ruang gelap terbuka. Ruang kompromi, ruang transaksi, ruang pengamanan dan ruang pembusukan moral aparat," jelas Erdin.
Ampera menilai, lanjut dia, saat ini Blitar Raya sedang menghadapi darurat keadilan yang ditandai indikasi mandeknya tindaklanjut laporan publik perihal dugaan korupsi dan penyimpangan.
Kemudian juga terkonfirmasi indikasi pembiaran konflik agraria yang dikancarkan para mafia tanah. Disinyalir juga cukup banyak oknum yang terang-terangan sengaja menghambat dan berusaha menggagalkan proses reforma agraria yang diinisiasi tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Blitar.
"Mafia tanah selalu menginginkan konflik pertanahan tetap terjadi. Sehingga mereka semua mampu menikmati hasil pengelolaan lahan konflik secara maksimal tanpa harus memberikan kontribusi ke negara berupa pajak dan kewajiban lainnya," sambungnya.
Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) yang diketuai M. Trijanto menambahkan, aduan/indikasi pemanfaatan kawasan hutan sekaligus perhutanan sosial berpotensi disusupi praktik monopoli dan pembajakan skema. Rakyat diposisikan sekadar nama, sementara manfaat dan kendali diduga ditarik oleh pihak tertentu.
"Sesuai aturan pemanfaatan di kawasan perhutanan sosial, seharusnya setiap KK hanya diperbolehkan mengelola lahan hutan maksimal dua hektar. Tetapi faktanya banyak sekali para mafia hutan yang mengelola puluhan bahkan ratusan hektar dengan tanaman bukan tegakan," kata dia.
"Kami mendesak kejelasan penanganan laporan publik. Tim GTRA Kabupaten Blitar harus segera menyelesaikan reforma agraria di PT. Perkebunan Retorejo Kruwuk, Desa Gadungan dan PT. Veteran Sri Dewi, Desa Modangan tanpa dikotori KKN. Kejaksaan Negeri kota dan kabupaten Blitar harus konsisten mengungkap berbagai laporan dugaan korupsi yang mandek," pungkasnya.
