Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Kekosongan Wakil Bupati Ciamis Sedang Menunggu Kepastian Hukum dari Pusat

Heru Pramono
15 Okt 2025, 13:01 WIB Last Updated 2025-10-15T07:33:14Z
Ketua DPRD Kabupaten Ciamis, Nanang Permana, di Ruang Rapat Gedung Pramuka Ciamis pada Selasa (14/10/2025) Malam./Liputanesia. (Foto: Heru Pramono).

Ciamis - Hampir delapan bulan sudah Pemerintah Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat berjalan tanpa adanya wakil bupati.

Ketidakadaan Wakil Bupati Ciamis adalah meninggalnya almarhum Yana D Putra dua hari sebelum pemilihan.

Kekosongan Wakil Bupati Ciamis inilah yang sampai saat ini menjadi polemik tersendiri, di mana masyarakat menghendaki adanya pengisian wakil bupati, di satu sisi tampaknya tidak ada regulasi jelas aturan yang mengatur untuk mengisi kekosongan wakil bupati.

Untuk menjawab semua itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ciamis menggelar rapat konsultasi bersama para ketua partai politik pengusung pasangan Herdiat-Yana, hasil Pilkada 24 November 2024 lalu, di ruang rapat gedung Pramuka Ciamis pada Selasa malam (14/10/2025).

Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Ciamis, Nanang Permana dan dihadiri oleh 16 partai politik pengusung, yang terdiri atas 10 partai parlemen dan 6 partai non-parlemen. Sebagian partai hadir langsung melalui ketua, sementara lainnya diwakili oleh sekretaris partai.

Ketua DPRD Kabupaten Ciamis, Nanang Permana menjelaskan bahwa setelah KPU menetapkan pasangan Herdiat-Yana sebagai pemenang, DPRD Ciamis memiliki kewajiban mengusulkan hasil tersebut kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk proses pelantikan.

Namun, Nanang menjelaskan pada saat itu terjadi situasi luar biasa, di mana calon wakil bupati terpilih, almarhum Yana D. Putra, meninggal dunia dua hari sebelum pemilihan.

Karena kondisi tersebut, DPRD Ciamis akhirnya membuat dua surat usulan ke Pemprov Jabar dan Kemendagri, dengan nomor dan tanggal yang sama, tetapi berisi usulan berbeda:

1. Surat pertama mengusulkan pengukuhan Herdiat–Yana sebagai pasangan kepala daerah terpilih, sesuai hasil Pilkada.

2. Surat kedua hanya mengusulkan Herdiat Sunarya sebagai Bupati Ciamis, dengan pertimbangan bahwa calon wakilnya telah meninggal dunia sebelum pelantikan.

“Provinsi sempat menindaklanjuti surat yang dua nama, tetapi Kemendagri akhirnya memilih surat yang hanya berisi satu nama, yaitu Pak Herdiat saja. Itu dianggap paling rasional karena almarhum Pak Yana belum pernah dilantik,” jelasnya.

Dari keputusan tersebut Kabupaten Ciamis resmi memiliki Bupati tanpa Wakil Bupati sejak awal masa jabatan periode 2024–2029.

Pertanyaan pun muncul di tengah masyarakat, apakah jabatan Wakil Bupati Ciamis bisa diisi setelah pelantikan Bupati Herdiat? Ketua DPRD menegaskan, secara hukum tidak ada dasar regulasi yang mengatur kondisi tersebut.

Menurut Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 hanya mengatur pengisian jabatan wakil kepala daerah yang berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

"Sementara dalam kasus Ciamis, almarhum Yana D. Putra belum pernah dilantik sebagai wakil bupati, sehingga tidak bisa disebut berhenti dari jabatan yang belum dijabat," katanya.

Lebih lanjut Nanang menuturkan bahwa DPRD Ciamis telah berulang kali berupaya mencari jalan keluar, termasuk dengan mengirim dua kali surat resmi dan melakukan konsultasi langsung ke Kemendagri.

Namun, hingga saat ini belum ada jawaban tertulis maupun keputusan resmi yang memberikan dasar hukum bagi pengisian jabatan wakil bupati di Ciamis.

“Kami tidak tinggal diam seperti apa yang dituduhkan di media sosial. DPRD dan partai politik pengusung sudah melakukan langkah-langkah formal. Kami sudah dua kali konsultasi, bahkan dalam kegiatan bimtek kami bahas khusus selama dua jam dengan pihak Kemendagri. Tapi memang belum ada kepastian hukum sampai saat ini,” tegas Nanang.

Dikatakan Nanang hal serupa juga dilakukan oleh Bupati Ciamis, Dr. H. Herdiat Sunarya, yang pada 25 September 2025 membuat surat dan pada 29 September 2025 mengirimkan surat resmi ke Kemendagri untuk mempertanyakan legalitas penggunaan Pasal 176 UU 10 Tahun 2016 dalam konteks Ciamis. "Namun hingga kini, belum ada balasan tertulis dari pemerintah pusat," tuturnya.

Dalam rapat konsultasi itu, seluruh partai politik pengusung pasangan Herdiat–Yana sepakat bahwa mereka tidak menolak tidak adanya wakil bupati, namun tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dasar hukum yang jelas.

“Partai politik ini bukan tidak berkehendak ada wakil. Tapi undang-undang mengatakan dapat, bukan wajib. Artinya, boleh ada wakil, boleh juga tidak, tergantung kondisi hukum yang memungkinkan,” ujar Nanang.

Ia menambahkan, DPRD tidak berwenang membuat aturan baru dan tidak mungkin memaksakan pasal yang tidak berlaku.

"Kalau kami memaksakan pengisian tanpa dasar hukum, itu justru bisa melanggar undang-undang. Kami memilih menunggu kepastian dari pusat,” tambahnya.

Lanjut, Nanang mengatakan satu-satunya solusi kini adalah menunggu diskresi atau kebijakan khusus dari Kemendagri.

Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan penafsiran hukum atau membuat aturan baru yang bisa menjawab kondisi khusus seperti di Ciamis.

“DPRD tidak bisa berimprovisasi dalam hal hukum. Kami menunggu apakah nanti ada diskresi atau kebijakan baru dari Kemendagri terkait posisi wakil bupati yang belum pernah dilantik. Itu sepenuhnya kewenangan pemerintah pusat,” ucapnya.

Kasus Ciamis kini menjadi preseden baru dalam pemerintahan daerah di Indonesia. Sebuah situasi di mana jabatan wakil kepala daerah tidak pernah ada sejak awal masa jabatan, namun di sisi lain masyarakat berharap posisi tersebut dapat diisi.

Hingga kini, kata Nanang baik DPRD, partai politik pengusung, maupun Bupati Herdiat Sunarya telah berupaya mencari kepastian hukum namun semua langkah berhenti di titik regulasi yang belum ada.

“Kami bukan diam, tapi memang tidak ada dasar hukumnya. Kami masih menunggu sikap resmi dari pemerintah pusat,” pungkasnya.

Iklan