Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Tiga Tahun Tanpa Pengurus, MPD Lhokseumawe Diduga Sengaja Dibiarkan Lumpuh

Redaksi Liputanesia
19 Des 2025, 11:09 WIB Last Updated 2025-12-19T04:09:58Z
Sudarwis, Mantan Ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kota Lhokseumawe.

Lhokseumawe - Hampir tiga tahun tanpa kepengurusan definitif, Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kota Lhokseumawe berada dalam kondisi stagnan. Mandeknya lembaga strategis pendidikan ini diduga bukan semata persoalan administratif, melainkan akibat salah tafsir qanun yang berujung pada kebijakan keliru dan pembiaran sistematis oleh Pemerintah Kota (Pemko) Lhokseumawe.

Kekosongan kepengurusan MPD bermula dari pencabutan Surat Keputusan (SK) pengurus periode 2020–2025 pada Juli 2023. Sejak saat itu, MPD praktis kehilangan daya kerja sebagai lembaga pemberi rekomendasi dan pengawasan kebijakan pendidikan daerah yang memiliki dasar kekhususan Aceh.

Alih-alih menyelesaikan persoalan sesuai amanat Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2021, Pemko Lhokseumawe justru memilih menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) Ketua MPD secara berulang. Tercatat, sedikitnya empat kali pergantian Plt dilakukan sejak era penjabat wali kota hingga wali kota definitif. Namun, hingga akhir 2025, tidak satu pun berujung pada terbentuknya kepengurusan sah.

Fakta ini memunculkan dugaan kuat bahwa penunjukan Plt hanya menjadi solusi semu yang tidak menyentuh akar persoalan. Akibatnya, MPD dibiarkan berada dalam status “menggantung” tanpa legitimasi kelembagaan yang jelas.

Berdasarkan penelusuran Liputanesia, akar persoalan terletak pada perbedaan penafsiran terhadap Pasal 36 Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2021 tentang ketentuan peralihan. Perbedaan tafsir ini tidak pernah diselesaikan melalui mekanisme hukum yang tegas, sehingga memicu kebuntuan berkepanjangan.

Mantan Ketua MPD Lhokseumawe, Sudarwis, menyebut Pasal 36 secara eksplisit menyatakan bahwa kepengurusan MPD yang ditetapkan melalui Keputusan Wali Kota Nomor 279 Tahun 2020 tetap melaksanakan tugas hingga dilantiknya kepengurusan baru berdasarkan qanun. Selain itu, pengurus lama diberi waktu dua tahun untuk menyesuaikan diri.

“Masalahnya muncul karena Pemko menafsirkan penyesuaian itu harus dilakukan melalui Musyawarah Besar (Mubes), sementara kami menilai Mubes justru bertentangan dengan substansi qanun,” kata Sudarwis, Kamis kemarin (18/12).

Menurutnya, mekanisme Mubes berpotensi menimbulkan konflik norma karena tidak secara tegas diperintahkan dalam pasal peralihan. Sebagai alternatif, MPD mengusulkan mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) atau skema lain yang dinilai lebih konstitusional. Namun, usulan tersebut tidak pernah diakomodasi.

Tanpa dasar keputusan pemberhentian resmi, Pemko Lhokseumawe pada 17 Juli 2023 menyatakan kepengurusan MPD periode 2020–2025 gugur. Langkah ini dinilai bermasalah secara hukum karena tidak disertai SK pemberhentian sebagaimana lazimnya tata kelola pemerintahan.

Setelah itu, Pemko menunjuk Plt Ketua MPD untuk memfasilitasi Mubes. Namun ironisnya, hingga hampir tiga tahun berjalan, Mubes tersebut tidak pernah terlaksana.

Kondisi ini memperkuat dugaan adanya kesalahan kebijakan serius yang dibiarkan berlarut-larut tanpa koreksi.

Lebih jauh, Sudarwis mengungkapkan bahwa Qanun MPD Nomor 4 Tahun 2021 dianggap salah dan tidak dapat dijalankan, sehingga perlu diganti. Namun draf qanun pengganti yang kini dibahas di DPRK Lhokseumawe justru dinilai mengandung banyak kelemahan substantif.

“Mulai dari sifat, tugas, fungsi, hingga kewenangan MPD banyak yang menyimpang dari ruh lembaga keistimewaan Aceh yang seharusnya independen dan berbasis masyarakat,” ujarnya.

Mandeknya MPD berdampak langsung pada absennya pengawasan kebijakan pendidikan daerah. Dalam konteks Aceh yang memiliki kekhususan pendidikan, kondisi ini dinilai berbahaya karena membuka ruang kebijakan tanpa kontrol lembaga representatif masyarakat.

Hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Kota Lhokseumawe belum memberikan klarifikasi terkait persoalan tersebut hingga berlarutnya penunjukan Plt serta lumpuhnya fungsi MPD hampir tiga tahun terakhir.

(Ibnu Hajar)

Iklan