Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Isu Suap Warnai Pengusutan Kasus Dugaan Penyelewengan Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Tasikmalaya

Heru Pramono
10 Okt 2025, 11:49 WIB Last Updated 2025-10-10T04:58:17Z
Kuasa Hukum EN dan ES, Junaedi Yahya, Kamis (9/10/2025) Siang di Ciamis./Liputanesia. (Foto: Heru Pramono).

Tasikmalaya - Setelah sebelumnya kuasa hukum EN dan ES mengungkap adanya sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya, kini beredar isu baru terkait dugaan suap dalam proses pengungkapan kasus tersebut.

Hal itu disampaikan langsung oleh kuasa hukum EN dan ES, Junaedi Yahya, kepada puluhan wartawan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis (9/10/2025) siang.

Menurut Junaedi, di balik pengusutan kasus dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi yang kini ditangani Kejari Kabupaten Tasikmalaya, diduga terdapat praktik suap sebelumnya.

“Informasi atau pengakuan tersebut didapat langsung dari klien saya, ES, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Kabupaten Tasikmalaya,” ujarnya.

Junaedi mengungkapkan bahwa menurut pengakuan kliennya, telah terjadi pengumpulan uang sebesar Rp780 juta dengan dalih agar kasus tersebut tidak dilanjutkan atau dihentikan.

“Pengumpulan uang itu dilakukan ES bersama seseorang berinisial A dari 13 distributor pupuk di Kabupaten Tasikmalaya,” jelasnya.

Ia menambahkan, inisial A merupakan pengawas dari Pupuk Indonesia (PI) yang hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal inisial A juga jelas-jelas diduga turut terlibat dalam dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi selama ini.

“Uang tersebut diserahkan kepada pelapor berinisial D, dan katanya, dari uang tersebut diduga ada mengalir ke oknum Kejari Kabupaten Tasikmalaya,” tutur Junaedi.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahkan semua data dan keterangan informasi itu sudah disampaikan ke Kejari Kabupaten Tasikmalaya berikut data catatan keuangan rekening bank antara Es dan A.

“Ini yang menjadi aneh. Mengapa Kejari Kabupaten Tasikmalaya sampai sekarang tidak mengungkap atau mengusut tuntas,?” tegas Junaedi.

Selain dugaan suap, Junaedi juga menilai adanya kejanggalan dalam penetapan tersangka oleh Kejari. Ia menyoroti bahwa kliennya, EN, sebelumnya telah divonis dan menjalani hukuman di Rutan Banjar berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Banjar tahun 2023.

“Artinya seseorang tidak bisa dituntut dua kali atau dipersoalkan kembali dengan kasus yang sama. Karena kasus yang sedang di tangani Kejari Kabupaten Tasikmalaya ini adalah kasus yang sama dan sebelumnya sudah pernah ditangani Mabes Polri hingga ingkrah atas putusan Kejari Kota Banjar. Kata istilah hukumnya adalah Ne Bis In Idem,” tegasnya.

Menurutnya, tindakan tersebut melanggar asas hukum dan bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Awal Mula Kasus

Junaedi kemudian memaparkan, kasus ini berawal dari laporan pengaduan masyarakat (Dumas) yang dilayangkan oleh sebuah LSM berinisial LPM, terkait dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, pada tahun 2024.

“Pelapor awalnya melaporkan dugaan adanya penyelewengan pupuk bersubsidi ke Polres Kabupaten Tasikmalaya, namun dianggap tidak cukup bukti sehingga laporan ditolak atau tidak ditanggapi. Kemudian, pelapor melaporkan hal tersebut ke Kejari Kabupaten Tasikmalaya pada Agustus 2024,” jelasnya.

Masalah ini berkembang setelah pihak Kejari Kabupaten Tasikmalaya memanggil dua distributor yakni CV. MMS dan dan CV. GBS, dan sejumlah saksi terkait kasus tersebut.

"Sejauh ini pihak Kejari Kabupaten Tasikmalaya telah memanggil 30 saksi atas dugaan kasus tersebut dengan melibatkan tim ahli pidana dan auditor independen untuk menghitung potensi kerugian negara."

Adapun saksi-saksi yang dipanggil meliputi Distributor, Kios Pupuk Lengkap (KPL), Pupuk Indonesia (PI) dan beberapa dinas terkait.

Singkatnya, dengan dalih bisa membereskan kasus tersebut dan ada koneksi orang kejaksaan, pihak pelapor kemudian menawarkan kepada 13 distributor yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, dengan masing-masing sebesar Rp.60 juta per distributor agar kasus ini bisa dihentikan," ungkapnya.

Uang tersebut kemudian dikumpulkan dan dikoordinir oleh dua orang berinisial (ES) dan (A) untuk disetorkan secara tunai ke inisial (D) atau pelapor yang mejabat sebagai ketua LSM inisial LPM di Kabupaten Tasikmalaya itu.

"Sedangkan untuk distributor CV Mandiri Mulia Sentosa (MMS) sendiri, kasus ini bisa beres asalkan distibutor MMS diserahkan kepada LPM sebagai pelapor, agar untuk kedepanya bisa dikelola secara sukarela tanpa dasar jual beli," jelasnya.

Setelah uang distorkan kepada pihak LPM, kasus ini tidak kunjung selesai dan jumlah saksinyapun makin bertambah menjadi 35 orang. Dan kini sedang ditangani Kejari Kabupaten Tasikmalaya.

Menurut pangakuan ES, waktu pemberian uang tersebut diberikan oleh inisial (A) dan sempat di foto. Namun sayangnya tidak disertai dengan kwitansi saat menyerahkan uang tersebut ke (D).

Tak berhenti disitu, usut punya usut, adanya uang tersebut membuat gaduh dipihak kejaksaan sendiri. Lanjut, ada juga yang mengatakan sengaja mencatut nama kejaksaan, untuk mengelabui pihak distributor, agar berhenti menanyakan uang tersebut.

Namun, karena upayanya telah tercium pihak internal, hingga saat ini uang tersebut masih menjadi perbincangan.

"Hingga kini posisi uang tersebut masih jadi pertanyaan, apakah uang tersebut masih di pihak LPM atau bener telah masuk ke kantong Kejaksaan," ungkapnya.

Kejari Tasikmalaya Membantah Isu Suap

Menanggapi hal demikian, Kejari Kabupaten Tasikmalaya melalui Kepala Seksi (Kasi) Intelijen, Bobbi Muhamad Ali Akbar saat dikonfirmasi Liputanesia, Kamis (9/10/2025) sore menepis adanya kabar tersebut.

"Sampai saat ini tidak ada informasi sebagaimana yang disampaikan atau ditanyakan. Saat ini kita masih on proses atau fokus pada pemeriksaan tersangka di rutan," terangnya.

"Pada prinsipnya kalau untuk penyidikan tidak berhenti di sini dan masih pendalaman materi-materinya. Karena ini ruang lingkup penyidikan, maka perlu diketahui juga sama teman-teman media, yang semula hanya satu Kecamatan Ciawi kemudian ini meluas menjadi satu Kabupaten Tasikmalaya," ujarnya.

"Sehingga tidak menutup kemungkinan jika ada yang bisa dipertanggungjawabkan secara pidana bisa saja mengembang ke tersangka lainnya."

"Hanya saja saat ini, kita masih fokus ke intelektualitas atau pemain intinya dulu di sini," tegasnya.

Bobbi pun menepis adanya barang bukti atau penyitaan pupuk sebanyak 7,8 ribu ton. Dirinya merasa bingung, bahkan pada rilis kejaksaan tidak menyebutkan adanya barang bukti atau jumlah penyitaan pupuk sebanyak tersebut.

"Bahkan dalam rilis Kejari tidak menyebutkan jumlah pupuk yang disita atau barang bukti sebanyak 7,8 ribu ton. Yang ada Kejari menyampaikan pada rilis adalah menyita mobil tronton dan inova serta barang bukti elektronik lainnya."

Karena ini kasus dugaan Tipikor, maka untuk menetapkan kerugian negara secara ril, kita masih menunggu hasil pemeriksaan BPK P. Untuk sementara hitungan kasar atau perkiraan di sini adanya kerugian negara sebesar Rp.16 miliar. "Nanti juga kita akan rilis setelah LHP-nya udah terbit atau final," tegasnya.

Untuk pemanggilan 13 distributor itu kemarin diperiksa sebagai saksi. "Menyoal adanya isu diluaran mengenai adanya kumpulan uang, sampai saat ini di kami tahu dab tidak ada. Bahkan pihaknya tidak tahu mereka kumpulannya kemana, kami tidak tahu."

Namun pihaknya menghimbau, kalau misalkan ada info yang akurat A1, ya sampaikan saja. Dan enggak bakalan ada permainan di sini untuk di internal kami, ujarnya.

Bobbi juga menepis adanya rilis atau keterangan mengenai barang bukti (BB) pupuk sebanyak 7,8 ribu ton. Dirinya pun aneh dan bingung, kok ada beredar sejumlah BB pupuk sebanyak tersebut.

Bahkan, "Kita juga tida pernah merilis terkait dengan jumlah pupuk yang sita, makanya saya bingung juga. Yang kita rilis itu terkait dengan penyitaan barang bukti adalah mobil tronton dan Inova serta barang bukti elektronik lainnya," ujarnya.

Kemudian, untuk barang bukti elektronik ini kan masih dalam proses oleh audit ahli forensik digital. Jadi untuk penanganan perkara Tipikor ini, kita kejaksaan tidak menggunakan cara konvensional lagi," pungkasnya.

Iklan