Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Sidang Gugatan Klinik Syaibah Padaherang Hadirkan Saksi, Tergugat Disinyalir Tersangka Dikasus Lain

Heru Pramono
27 Sep 2025, 12:25 WIB Last Updated 2025-09-27T05:41:38Z
dr. Erwin Muchamad Thamrin (kanan) Penggugat Sidang Kliniknya Dituding Tidak Berizin. Kamis, (25/9/2025) Siang di PN Ciamis./Liputanesia. (Foto: Heru Pramono)

Ciamis - Sidang gugatan Klinik Pratama Rawat Inap Syaibah milik dr. Erwin Muchamad Tamrin dituding dugaan tidak memiliki izin masih menggelinding di Pengadilan Negeri (PN) Ciamis.

Klinik yang terletak di Jalan Stasion No. 2 Desa Karangpawitan Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat hingga kini masih belum beroperasi seperti biasa, mengingat adanya laporan warga atas nama KDS (disamarkan) ke Dinas Kesehatan Pangandaran.

dr. Erwin M Tamrin sebagai penggugat bersama kuasa hukum/pengacaranya, Didik Puguh Indarto dalam persidangan klai ini menghadirkan saksi A.A.M (nama disamarkan).

Di mana saksi merasa ada hubungannya dengan kasus yang sedang disidangkan khususnya kepada tergugat ke-2 yakni saudara RND (nama disamarkan).

Diketahui, RND adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di satuan Pol PP Pemkab Pangandaran. Dan telah melakukan penyidikan atas laporan warga bernama HDS terhadap Klinik Syaibah milik dr. Erwin MT diduga tidak memiliki izin.

Dalam persidangan kali ini, pihak penggugat menghadirkan saksi dan menyapaikan kalau saudara RND masih ada sangkutan hukum dengannya.

Pasalnya, saksi pernah melaporkan tergugat RND ke Polres Pangandaran atas dugaan penipuan dan atau penggelapan uang sebesar Rp.35 juta rupiah pada April 2024 lalu.

"Sampai sekarang belum ada penyelesaian secara nyata atau jelas. Bahkan penyelesaian tingkat restorative justice (RJ) pun tidak ada, " terang A.A.M dalam persidangan, Kamis, (25/9/2025) siang di PN Ciamis.

Saksi Fakta Mengejutkan Persidangan

Hadirnya saksi A.A.M ini tampaknya mengejutkan, terutama pihak tergugat. Mengingat saksi mengungkap fakta penyidik Satpol PP Pangandaran RND memproses kasus klinik, ternyata berstatus tersangka dalam kasus penipuan dan/atau penggelapan uang senilai Rp35 juta tersebut.

Disampaikan pengacara penggugat, Puguh Indarto, bahwa dalam berkas gugatan, dr. Erwin MT ada 9 orang yang tergugat, mulai dari warga hingga pejabat instansi di Pemerintah Kabupaten Pangandaran. A.A.M merupakan pelapor dalam Laporan Polisi Nomor LP/B/101/VI/2024/SPKT/Polres Pangandaran/Polda Jawa Barat tertanggal 3 Juni 2024.

"Sementara, persidangan yang sedang berjalan, RND ternyata PPNS pada Satuan Pamong Praja (Satpol PP) di Pemkab Pangandaran. Dan telah ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Ketetapan Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/40/VII/RES.1.11/2024/Satreskrim, tanggal 12 Juli 2024," ujar Didik Puguh kepada wartawan.

Menurutnya, ini merupakan saksi fakta di persidangan yang tengah berjalan. Artinya legalitas sebuah klinik sedang dipersoalkan melalui proses penyidikan yang justru dilakukan oleh seorang aparatur penegak perda ternyata berstatus tersangka pidana.

“Bukti-bukti penetapan tersangka terhadap saudara RND sudah jelas. Hal ini menimbulkan pertanyaan etis dan hukum, bagaimana mungkin seorang tersangka penipuan diberi kewenangan menyidik legalitas klinik,” ucapnya.

Lebih lanjut, Didik Puguh menilai pemeriksaan oleh Satpol PP pada 14 April 2025 dipandang cacat prosedur karena dilakukan tanpa surat undangan resmi. Hal ini yang kemudian disebut sebagai bentuk perbuatan melawan hukum.

Akibat polemik tersebut dr. Erwin menutup praktik kedokterannya sejak 11 April 2025. Dan, Ia mengaku kehilangan pendapatan rata-rata Rp.500 ribu per hari.

"Dalam hitungan kuasa hukumnya, kerugian materiil selama 39 hari mencapai sekitar Rp19,5 juta. Selain itu, ia merasa nama baik dan reputasinya sebagai dokter ikut tercemar di mata masyarakat," katanya.

Ia pun menegaskan, bahwa "keterangan saksi ini menurutnya ada korelasinya dengan gugatan yang sedang disidangkan," tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum/pengacara dari tergugat ke-2 yakni RDN, Fredy Kristianto mengungkapkan kehadiran saksi tersebut tidak ada korelasinya dengan kasus yang sedang disidang saksi itu harus memiliki kriteria sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pertama adalah apa yang dia dengar, apa yang dia alami, apa yang dia lihat secara langsung terhadap persoalan yang sedang disidangkan.

"Bahkan persidangan pun belum diberikan agenda untuk menghadirkan saksi. Yang ada adalah saksi fakta," katanya.

"Kita ingin persidangan ini berjalan lancar. Tanpa ada persoalan lain yang tidak ada korelasinya langsung dengan kasus yang sedang disidangkan," bebernya.

Masih Fredy K, "sehingga tadi yang disampaikan saksi menurutnya tidak sama sekali ada korelasinya dengan perkara yang sedang disidangkan, dan itu adalah perkara lain," ucapnya.

Ia pun mempertanyakan, "Lantas kapasitas saksi ini sebagai apa?, kan orang yang memberikan keterangan itu yang punya kriteria yang tadi kami sebutkan," tegasnya.

"Sementara yang harus dihadirkan, itu adalah saksi fakta. Dia ahli juga bukan, kecuali dia ahli, boleh berpendapat," tandasnya.

Saksi ini tadi sudah saya pertengas, bahwa dia tidak tahu apapun dengan persoalan yang sedang disidangkan.

"Tadi kan sudah didengar, dijawab sendiri kan seperti itu. Kalau keterangannya ada korelasinya, ya bagus supaya perkara ini menjadi terang beneran," jelasnya.

Fredy menambahkan, menurutnya, kasus yang disampaikan saksi itu tadi terpisah dengan kasus yang sedang disidangkan. Itu urusan perdata dan sudah dikembalikan uangnya melalui kuasa hukumnya pada waktu itu.

"Jadi silahkan saja, coba pihak saksi menanyakan langsung kepada kuasa hukumnya pada waktu itu. Karena menurut keterangan kliennya (RND) hal itu sudah dibereskan dengan dikembalikan uangnya," tutur Fredy K.

Awal Kasus Menggelinding Ke PN Ciamis

Disampaikan, dr. Erwin MT, awal mula kasus sampai ke ranah PN Ciamis, dirinya, merasa keberatan dan tidak puas atas hasil apa yang didapat dari proses penanganan laporan yang ditangani Satpol PP Pangandaran.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Pangandaran dalam hal ini Satol PP tidak jelas penyelesaiannya. Sehingga dirinya terpaksa mencari keadilan.

"Akibat dari kejadian tersebut, pihaknya sampai saat ini klinik nya tidak bisa beroperasi. Padahal, klinik kami ini sudah beroperasi dari sejak Pemkab Pangandaran masih ikut di Ciamis sekitar tahun 2012," tuturnya.

Diceritakan, dr. Erwin MT, kasus berawal dari laporan HDS yang menerima laporan warga bahwa pihaknya dilaporkan membuka praktik kedokteran tanpa izin di Klinik Syaibah, Padaherang.

Laporan itu diteruskan ke Satpol PP Pangandaran, yang kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan pada 27 Maret 2025. Penyidik yang ditunjuk adalah RDN selaku Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP.

Pada 11 April 2025, digelar rapat klarifikasi yang dihadiri berbagai pihak. Dari rapat tersebut muncul beberapa poin kesimpulan:

  • Klinik Syaibah sudah berbadan hukum Yayasan Putra Syaibah Padaherang dengan NIB 2003240134962.
  • Klinik belum memiliki izin berusaha (sertifikat standar terverifikasi), PBG, dan SLF.
  • Pihak klinik menyatakan siap menempuh seluruh perizinan sesuai aturan.

Meski sudah ada Berita Acara Penyelesaian Pengaduan, HDS tetap melaporkan dr. Erwin ke Polres Pangandaran dengan dugaan pelanggaran Pasal 442 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

dr. Erwin menegaskan tuduhan tersebut tidak benar. Ia mengantongi sejumlah dokumen resmi, antara lain:

  • Surat Izin Praktik (SIP) Nomor 503/026.01/dr./DPMPTSP/PND/III/2024, berlaku hingga 29 Juni 2027.
  • Surat Tanda Register Dokter Nomor 3211100422029435, berlaku hingga 29 Juni 2027.
  • Surat Rekomendasi Nomor 800/321 PKMPDH/VI/2024 dari Dinas Kesehatan Pangandaran.

Terkait tuduhan mempekerjakan dr. TS di klinik tersebut, dr. Erwin menyatakan hal itu keliru. dr. TS, menurutnya, hanya pernah menjadi penanggung jawab manajemen klinik dan sudah mengundurkan diri sejak Maret 2024," katanya.

Di sisi lain, kuasa hukum HDS Miptah Mujahid, menegaskan bahwa langkah kliennya, dalam menyampaikan laporan ke Satpol PP semata-mata karena kepedulian terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.

"Klien saya HDS menerima laporan dari warga. Mekanisme ditempuh sesuai aturan, melalui laporan ke Satpol PP dan Dinas Kesehatan. Jadi bukan keputusan pribadi,” pungkas Miptah.

Hasil persidangan tersebut, Majelis hakim menjadwalkan akan melanjutkan agenda pemeriksaan saksi lainnya dalam sidang Kamis (2/10/2025) mendatang.

Iklan