![]() |
Ilustrasi: SMP Negeri 15 Kota Lhokseumawe/Foto: Ist. |
Kasus ini terungkap setelah orang tua korban, menyampaikan pengaduan kepada media, Rabu (3/9/2025). Menurutnya, peristiwa itu terjadi dua hari sebelumnya ketika anaknya dituduh bermain-main saat pelajaran berlangsung.
“Anak saya ditampar di wajah lalu jilbabnya ditarik. Meski tidak sampai terlepas, ini pelanggaran serius. Apalagi dilakukan seorang guru laki-laki terhadap siswi perempuan,” kata ayah korban.
Ia mengaku sudah mendatangi sekolah untuk bertemu kepala sekolah dan melaporkan insiden tersebut. Namun, menurutnya, guru yang bersangkutan tidak menunjukkan iktikad baik maupun empati.
“Anak saya trauma dan tidak berani lagi ke sekolah. Kami sangat menyesali peristiwa ini. Apa pun kesalahan anak, tidak boleh diselesaikan dengan kekerasan, apalagi terhadap perempuan,” tegasnya.
Ayah korban menambahkan, ia sudah berulang kali mencari keadilan hingga dilakukan mediasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Lhokseumawe. Namun hasilnya dianggap tidak memuaskan. Bahkan, kata Wali murid, guru yang dilaporkan justru bersikap arogan saat mediasi.
“Tuntutan kami sederhana: guru itu harus dievaluasi, diperiksa etik profesi, dan dipindahkan. Tapi itu pun tak sanggup dipenuhi. Jika besok tidak ada jawaban konkret, kami akan melapor ke polisi dan Komisi Perlindungan Anak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 15 Lhokseumawe, Sury Guswita Yani, membenarkan adanya laporan dari wali murid. Dari keterangan sejumlah siswa, insiden penamparan dan penarikan jilbab memang terjadi.
“Kami sudah menelusuri laporan tersebut, memanggil guru yang dilaporkan, serta memberikan surat teguran. Itu saja kewenangan kami. Untuk memindahkan guru, bukan kewenangan saya,” ujar Sury.
Ia berharap kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Kepala Disdikbud Kota Lhokseumawe, Yuswardi, saat dikonfirmasi menyatakan akan menelusuri informasi yang berkembang. Ia mengapresiasi laporan dari pers, namun belum menjelaskan langkah lanjutan yang akan ditempuh.