![]() |
Seorang pria paruh baya berusia 58 tahun, Samud di Dusun Bonangan, Desa Sumber Kradenan Pakis-Malang, Sabtu (30/8/2025)/Liputanesia.co.id/Foto: Aris Setyawan. |
Sehari-hari, Samud hanya bekerja sebagai buruh tani untuk menafkahi keluarganya. Namun, penyakit hernia yang telah ia derita bertahun-tahun memaksanya berhenti bekerja.
Kini, peran sebagai tulang punggung keluarga digantikan oleh sang istri, Sumiati, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Putra mereka, Takim, juga ikut membantu dengan bekerja sebagai buruh bangunan.
Kepada awak media pada Sabtu kemarin (30/8/2025), Samud mengeluhkan kondisi keluarganya yang hingga kini tak kunjung terdata sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH), meski tergolong keluarga tidak mampu.
“Padahal survei rutin setiap empat bulan sekali dilakukan petugas BPS, tapi faktanya tidak ada dampak apa-apa bagi keluarga saya untuk bisa menerima PKH,” ungkap Samud.
Berbagai upaya sudah ditempuhnya. Pertama, ia mendatangi kantor Kecamatan Pakis untuk meminta kejelasan. Dari sana, staf kecamatan mengarahkan Samud menuju Bank BNI KCP Pakis. Dengan penuh harapan, ia pun mendatangi bank tersebut dan rela menunggu antrean hampir delapan jam bersama calon penerima lainnya. Namun, lagi-lagi usahanya sia-sia. Bantuan PKH yang ditunggu tak juga ia dapatkan.
Kekecewaan tampak jelas dari raut wajah Samud. Ia menyayangkan, sebab sejumlah tetangganya yang dinilai sudah tergolong mapan dengan rumah layak, tanah luas, serta penghasilan stabil justru terdata sebagai penerima PKH. Sementara dirinya, yang benar-benar membutuhkan, justru tak masuk dalam daftar penerima manfaat.
“Bagaimana bisa nama saya tidak masuk data penerima?, Padahal jelas kondisi keluarga kami jauh dari cukup,” keluhnya.
Ia menilai proses pendataan calon penerima PKH masih belum tepat sasaran. Praktik tebang pilih di lapangan, menurutnya, masih sering terjadi.
Meski demikian, Samud tetap berharap pemerintah lebih jeli dan peka dalam melihat kondisi masyarakat bawah.
“Biar bagaimanapun kami juga warga negara yang punya hak sama dengan yang lain. Kami hanya ingin keluhan kami didengar dan diperhatikan,” pungkasnya.
(Aris Setyawan)