Temuan mengejutkan ini diungkap oleh Monitoring dan Investigasi tim Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) bersama jurnalis, yang mendokumentasikan jejak kerusakan parah hutan lindung pada Minggu kemarin (3/8) yang seharusnya dilindungi, Selasa (5/8/2025).
Hutan yang dulu hijau kini berubah menjadi lahan gundul, menyisakan pertanyaan besar! siapa aktor di balik pengrusakan lingkungan tersebut?
Pembabatan pohon Rizophoraceae (Mangrove) untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit di Alur Cina dan Alur Durhaka mencapai kurang lebih 500 hektar luasnya.
"Degradasi itu sudah pada titik sangat prihatin tanpa ada pencegahan dan penghentian, apalagi menindak pelaku dan pemilik modal yang membiayai atau membacking alihfungsi itu. seperti pengusaha sawit ilegal dan oknum aparat di Aceh Tamiang," sebut direktur eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, pada media, Selasa (5/8).
Sayed menyebut, monitoring LembAHtari dan para Jurnalis ke lokasi Alur Durhaka dan Alur China, pada 3 Agustus 2025 lalu menemukan dua unit ekscavator sedang bekerja secara terang-terangan di areal itu.
Tim menerbangkan drone setinggi 250 meter pada koordinat 4°,45371541 N-98°,2321576 E terlihat Area yang telah dibabat dan pembuatan bedeng-bedeng sepanjang spadan di Alur China dan Alur Durhaka, kondisinya mulai ditanam sawit.
Diperkirakan dari foto drone, bahwa kawasan hutan lindung yang dibabat dan dialihkan fungsi menjadi kebun sawit mencapai 500 hektar secara illegal, ungkap Sayed.
"Itu adalah bukti pembiaran yang diduga telah terjadi unsur kesengajaan dan pembiaran. Tentunya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh beserta KPH Wilayah VII Langsa harus bertanggung jawab atas terjadinya pembabatan dan atau perusakan ekosistem mangrove di Aceh Tamiang," pungkasnya.
Perlu diketahui, Hutan Mangrove yang ada di Aceh Tamiang memiliki spesies terlengkap di Indonesia. Jika ini terus dibiarkan, banjir Rof dan Intrusi air asin akan menghantam wilayah pemukiman pesisir Aceh Tamiang, kata Sayed.
Mengingat, data kawasan hutan bakau di Aceh Tamiang di empat kecamatan pesisir Aceh Tamiang mencapai ±24,720,2 hektar, terdiri dari Hutan Produksi (HP), Hutan Lindung (HL) dan kawasan konservasi terluas di Provinsi Aceh.
Apalagi kebun Kelapa Sawit itu ada di kawasan hutan produksi dan hutan lindung termasuk dititik lainnya, seperti di Kuala Genting dan di Kuala Penaga yang dibuka sejak tahun 2020 telah dibabat menjadi kebun sawit.
“Sekali lagi saya tegaskan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh dan KPH Wilayah VII Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Langsa harus bertanggung jawab atas situasi dan pembiaran ini, karena tidak mampu menggunakan kewenangannya berkaitan tugas dan tanggung jawab,” tutup Sayed.