Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Pembabatan Hutan Lindung di Kuala Genting Makin Parah, LembAHtari Soroti ada Dugaan Keterlibatan Oknum dan Pengusaha Sawit

Redaksi
5 Agu 2025, 14:15 WIB Last Updated 2025-08-05T09:30:06Z
Ketua LembaAHtari, Sayed Zainal meninjau Kawasan Hutan Lindung Mangrove Kuala Genting yang di babat Alih Fungsi menjadi kebun Sawit mencapai 500 Ha, Minggu (3/8/2025)/Liputanesia/Dok. LembAHtari.

Aceh Tamiang - Melalui redaksi, LSM LembAHtari menyoroti persoalan pembabatan kawasan hutan bakau yang berstatus hutan lindung di sekitar Alur Durhaka dan Alur China, Kuala Genting, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang, terus berlangsung tanpa hambatan.

Ketua LembaAHtari, Sayed Zainal, mengungkapkan, tidak ada satu pun pihak yang mampu mencegah atau menghentikan aksi tersebut. Lebih memprihatinkan lagi, tidak ada upaya penindakan terhadap pelaku maupun pihak yang membiayai aktivitas ilegal ini, yang diduga melibatkan pengusaha sawit ilegal serta oknum di wilayah Aceh Tamiang, ungkapnya pada Selasa (5/8/2025).

Kawasan Hutan Lindung Mangrove Kuala Genting  di sekitar Alur Durhaka dan Alur China, Kuala Genting, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang/Liputanesia/Dok. LembAHtari.

Lebih lanjut ia mengatakan, Pada 3 Agustus 2025, tim dari lembAHtari bersama rekan-rekan media melakukan monitoring langsung ke lokasi. Mereka menemukan dua unit ekskavator yang beroperasi secara terbuka. Melalui pantauan drone yang diterbangkan setinggi 200 meter pada koordinat 4°,45371541 N dan 98°,2321576 E, terlihat jelas area yang telah dibabat.

Tampak juga pembuatan bedeng di sepanjang sempadan Alur China dan Alur Durhaka. Bahkan, area tersebut mulai ditanami kelapa sawit. Dari hasil analisis foto udara, luas kawasan hutan lindung yang telah dialihfungsikan secara ilegal diperkirakan mencapai 500 hektare.

Menurutnya, kondisi ini merupakan bukti nyata adanya pembiaran dengan unsur kesengajaan. Lembaga ini menilai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh serta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VII di Langsa harus bertanggung jawab atas kerusakan parah ekosistem mangrove di Aceh Tamiang daerah yang dikenal memiliki jenis mangrove terlengkap di Indonesia.

LembAHtari memperingatkan, jika pembabatan ini terus dibiarkan, maka banjir rob dan intrusi air asin berpotensi besar menghantam wilayah pemukiman pesisir Aceh Tamiang.

Kawasan Hutan Lindung Mangrove Kuala Genting, Foto diambil dari atas udara, Minggu (3/8/2025)/Liputanesia/Dok. LembAHtari.

Berdasarkan data, kawasan hutan bakau di Aceh Tamiang tersebar di empat kecamatan pesisir, dengan luas total mencapai ±24.720,2 hektare yang terdiri dari hutan produksi (HP), hutan lindung (HL), dan kawasan konservasi.

Kondisi mangrove di wilayah tersebut saat ini sangat kritis. Perusakan terbesar terjadi akibat konversi ilegal menjadi perkebunan sawit. Oleh karena itu, lembAHtari mendesak Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK RI, Badan Gakkum LHK Sumatera Utara, Satgas PKH, Polda Aceh, serta Dinas LHK Aceh untuk segera mengambil tindakan tegas.

Mereka meminta agar seluruh unsur pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dilibatkan agar pelaku pembabatan bisa ditangkap dan diproses secara hukum.

Yang lebih mengkhawatirkan, pembukaan lahan sawit kini mulai mengarah ke muara Sungai Kuala Genting dan Kuala Penaga. LembAHtari memastikan bahwa area yang dibuka ini bukan milik masyarakat, melainkan milik pengusaha kebun sawit.

Lembaga ini juga mencurigai keterlibatan oknum aparat dalam membekingi aktivitas tersebut. Aktivitas serupa juga teridentifikasi di kawasan hutan produksi dan hutan lindung lainnya, termasuk yang telah dibuka sejak 2020 dan kini telah menjadi kebun sawit.

LembAHtari menegaskan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh serta KPH Wilayah VII di Langsa harus bertanggung jawab atas situasi ini. Ketidakmampuan mereka dalam menggunakan kewenangan yang dimiliki telah berkontribusi pada pembiaran dan kerusakan lingkungan di Aceh Tamiang, tutup Ketua LembaAHtari, Sayed Zainal. []

(Dedi M)

Iklan