Pernyataan itu disampaikan Safriani saat ditemui wartawan di Keude Bayu, Senin (23/6/2025). Menurutnya, persoalan bermula ketika seorang warga, istri dari Mus Mulyadi mendatangi rumahnya untuk meminta kunci gudang guna mengambil perlengkapan pesta.
“Warga itu datang dan minta kunci. Saya tanya, untuk apa? Katanya mau ambil tenda. Saya tanya lagi, untuk siapa? Dijawab, ‘saya yang mau pakai untuk pesta’,” kata Safriani menirukan percakapannya.
Safriani mengaku heran karena warga tersebut tidak lebih dahulu menginformasikan rencana hajatan kepadanya selaku geuchik.
“Katanya sudah beri tahu ke tengku imum, tapi saya sebagai geuchik tidak diberi tahu. Padahal saya tidak pernah melarang siapa pun memakai fasilitas gampong. Meski secara pribadi mungkin tidak suka dengan saya, tapi saya ini geuchik, pemimpin adat dan pemerintahan di gampong,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa pemberitahuan resmi sangat penting, mengingat geuchik bertanggung jawab atas penggunaan fasilitas milik bersama. Apalagi dalam budaya Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan etika bermasyarakat.
“Ini bukan soal politik atau pribadi. Saya tidak pernah menyimpan dendam meskipun sering difitnah. Tapi soal ini, menyangkut marwah jabatan dan amanah adat yang harus saya jaga. Jangan mentang-mentang saya perempuan, lalu orang merasa bisa semaunya,” ujarnya.
Safriani menambahkan, pada sore harinya sekitar pukul 17.00 WIB, Mus Mulyadi bersama Kapolsek Syamtalira Bayu, Iptu Gunanto, mendatangi rumahnya. Dalam pertemuan itu, Mus Mulyadi menyampaikan permintaan maaf karena tidak lebih dulu memberi tahu soal pesta yang akan digelar.
“Setelah beliau minta maaf dan mengakui kekhilafan, saya berikan kunci gudang. Saya juga minta klarifikasi soal pemberitaan yang beredar, tapi beliau mengaku tidak tahu-menahu,” ujar Safriani.
Ia berharap ke depan masyarakat lebih bijak dalam menerima informasi dan tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum melakukan klarifikasi.
“Dalam setiap persoalan, mari kita lihat dari dua sisi agar tidak ada yang dirugikan,” tutupnya.