Keputusan ini diambil setelah Kejaksaan Agung menetapkan mantan pejabat MA, Zarof Ricar (ZR), sebagai tersangka atas dugaan pemufakatan jahat suap senilai Rp5 miliar yang diduga dimaksudkan untuk memengaruhi putusan kasasi Ronald.
"Berdasarkan Rapat Pimpinan Mahkamah Agung pada hari ini, Senin tanggal 28 Oktober 2024, pimpinan MA secara kolektif kolegial telah memutuskan membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur," ujar Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers di Media Center MA Jakarta, pada Senin (28/10/224).
Tim pemeriksa tersebut diketuai oleh hakim agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Jupriyadi dan Nor Ediyono, yang merupakan Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA. Yanto meminta masyarakat untuk memberi kepercayaan dan waktu kepada tim tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
"Kepada masyarakat untuk memberi kepercayaan dan waktu kepada tim untuk melakukan tugas. Selanjutnya menunggu hasil klarifikasi oleh tim tersebut," ungkapnya.
Pembentukan tim klarifikasi ini merupakan tindak lanjut dari konferensi pers yang menyatakan penetapan tersangka terhadap Zarof Ricar di Kejaksaan Agung pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Zarof dituduh menerima uang senilai Rp5 miliar dari LR, pengacara Ronald Tannur, yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Uang tersebut, menurut keterangan, ditujukan untuk memuluskan perkara kasasi Ronald Tannur di tingkat MA.
"Keterangan dari Kejagung bahwa ZR sudah menghubungi salah satu majelis hakim dengan inisial S. Kalau tidak salah begitu. Oleh karena itu, tentunya yang akan kami tindak lanjuti yang itu, statement (pernyataan) di Kejagung itu yang tentunya majelis yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur itu akan yang kami periksa," jelas Yanto.
Dari penjelasan Kejaksaan Agung, diketahui bahwa ZR telah menjanjikan imbalan Rp1 miliar sebagai biaya untuk melancarkan proses kasasi Ronald. Namun, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa uang suap tersebut belum diserahkan kepada hakim agung yang menangani kasus Ronald.
"Ternyata uang itu masih di amplop. Masih di rumah si ZR. Di sini terjadi pemufakatan jahat untuk menyuap hakim supaya perkaranya bebas, tetapi uangnya belum ke sana," kata Qohar.
Majelis hakim kasasi sebelumnya memutuskan Ronald Tannur terbukti bersalah dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian Dini Sera Afriyanti, dengan vonis lima tahun penjara.
Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024, oleh Ketua Majelis Soesilo dengan anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo serta Panitera Pengganti Yustisiana. Namun, hukuman tersebut dianggap terlalu ringan.
"Kalau sanksi etik biasanya ada nonpalu, ada tidak boleh, dan sebagainya," tambah Yanto, menegaskan komitmen MA untuk menjaga integritas lembaganya. Jika nantinya tim pemeriksa menemukan pelanggaran, maka majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur tersebut akan dijatuhi sanksi etik.
Menanggapi penanganan kasus di Kejaksaan Agung, Yanto menyatakan, "Pimpinan baru lengkap dan mengambil sikap. Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung akan memberi arahan secara langsung kepada Ketua Pengadilan tingkat banding pada empat lingkungan peradilan."
Arahan ini bertujuan untuk memperkuat komitmen MA dalam memberantas praktik suap dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Dengan langkah ini, MA berharap dapat memperjelas proses hukum yang berlaku dan menegakkan keadilan dalam setiap keputusan yang diambil.