Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Muhammadiyah Kritisi Langkah DPR Bahas RUU Pilkada

Redaksi
22 Agu 2024, 11:46 WIB Last Updated 2024-09-05T15:58:07Z
Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah/Dok. Ist.

Jakarta - Keputusan DPR RI untuk kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada mendapat kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menilai langkah DPR tersebut menunjukkan sikap yang kurang menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan berpotensi menciptakan ketidakstabilan dalam proses demokrasi.

Dalam pernyataan yang diterima oleh Liputanesia, pada Kamis (22/8/2024) pagi, Mu'ti mengungkapkan keprihatinannya terhadap langkah DPR yang dinilainya bertentangan dengan semangat penegakan hukum yang adil dan konstitusional.

"DPR sebagai lembaga legislatif seharusnya menghormati lembaga yudikatif, khususnya Mahkamah Konstitusi, yang keputusannya bersifat final dan mengikat," ujarnya.

Mu'ti merujuk pada putusan MK terbaru yang mengatur syarat ambang batas pencalonan kepala daerah, sebuah keputusan yang sebelumnya sempat membuka peluang bagi sejumlah partai politik untuk lebih leluasa mengusung calon mereka dalam Pilkada, termasuk di DKI Jakarta. Namun, hanya sehari setelah putusan tersebut, Badan Legislasi DPR RI kembali menggulirkan RUU Pilkada yang disebut-sebut dapat mengoreksi putusan MK tersebut.

Menurut Mu'ti, langkah ini berpotensi menimbulkan disharmoni dalam sistem ketatanegaraan, mengingat DPR sebagai lembaga yang merepresentasikan kehendak rakyat semestinya mengedepankan kepentingan publik dan kebenaran hukum, bukan sekadar kepentingan politik.

"Ketidakpatuhan terhadap putusan MK bisa merusak tatanan hukum dan menciptakan preseden buruk dalam proses demokrasi," tegasnya.

Lebih jauh, Mu'ti mengingatkan bahwa jika DPR tetap bersikeras membahas RUU Pilkada tanpa mempertimbangkan putusan MK, ini bisa memicu reaksi keras dari masyarakat, terutama mereka yang merasa hak-hak demokrasinya terancam.

"Reaksi publik yang negatif bisa mengganggu stabilitas nasional dan memicu suasana tidak kondusif menjelang Pilkada 2024," tambahnya.

Dia juga menyoroti potensi eskalasi protes dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan mahasiswa, yang kerap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan penegakan hukum dan keadilan.

"Jika DPR dan Pemerintah tidak bersikap bijaksana, gerakan massa yang semakin besar bisa menimbulkan masalah kebangsaan yang serius," kata Mu'ti.

Selain mengkritik langkah DPR, Mu'ti juga mengimbau Pemerintah untuk lebih peka terhadap dinamika di masyarakat. Ia menekankan pentingnya dialog dan pendekatan yang arif dalam merespons tuntutan masyarakat agar tidak menambah kompleksitas masalah yang ada.

"Sikap arif dan bijaksana sangat dibutuhkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," ujarnya.

Ia juga berharap agar DPR dan Pemerintah dapat merespons situasi ini dengan kebijakan yang adil dan konstitusional.

"Kepentingan bangsa dan negara harus menjadi prioritas utama di atas kepentingan politik sesaat," pungkasnya.

Penulis : Abdul Mutakim

Iklan