Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Donald Trump Jadi Presiden AS, Pengamat Yakin Dampak Terhadap Dolar Tak Signifikan

Redaksi
24 Jul 2024, 16:41 WIB Last Updated 2024-08-13T15:07:51Z
Donald Trump/Dok.Ist.

Jakarta - Donald Trump yang berpeluang terpilih kembali menjadi Presiden AS dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) tahun ini, menurut pengamat CORE Indonesia Etika Karyani, tidak berdampak besar terhadap indeks dolar Amerika Serikat (AS).

Demikian disampaikan peneliti Senior CORE Indonesia Etika Karyani dalam Midyear Review CORE Indonesia 2024 yang diadakan secara virtual, di Jakarta, kemarin (23/7/2024).

Kondisi aktual saat ini, ungkap Etika Karyani, adalah bagaimana Amerika Serikat itu sekarang kondisinya peluang kemenangan Donald Trump yang cukup terbuka lebar untuk menduduki kursi Presiden AS. Hal ini menguat (pasca) mundurnya Joe Biden (dari kontestasi pemilihan presiden AS).

“Jika Trump kembali memenangi pemenang presiden, maka dampaknya terhadap indeks dolar AS itu tidak akan signifikan,” ucap dia

Ia mencontohkan, saat Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 2017, memang indeks dolar AS mengalami kenaikan sehingga melemahkan berbagai mata uang negara lain. Untuk tahun ini, apabila Trump memenangi pemilihan presiden, maka ada potensi pasar justru melihat kebijakan Federal Reserve (The Fed) lebih berperan besar dalam mempengaruhi indeks dolar AS.

“Sebenarnya (kenaikan indeks dolar AS saat Trump terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 2017) ini juga tidak akan terulang. Karena apa? Ada potensi pasar justru melihat kebijakan The Fed itu mungkin akan lebih berperan dan kebijakan The Fed itu akan jadi longgar,” ucapnya.

Menurut Etika, The Fed mungkin bakal menurunkan suku bunga yang diekspektasikan sekali di tahun 2024 yang diperkirakan oleh Bank Indonesia (BI) terjadi pada bulan November. Bahkan, bisa saja penurunan suku bunga AS juga terjadi pada bulan September mengingat inflasi AS kian melandai, sehingga membuka probabilitas terjadinya pemangkasan suku bunga The Fed dua kali di tahun ini.

“Jika dapat menurunkan suku bunga sampai dua kali, ada kemudian BI Rate juga turun dua kali. Tapi, yang perlu dicermati adalah kemungkinan adanya kebijakan fiskal Amerika Serikat yang justru sangat longgar, maka inflasi justru akan sulit diturunkan. Kalau kebijakan fiskalnya itu sangat longgar atau bisa dikatakan friendly gitu ya, yang memicu kemungkinan konsumsi dan ada lonjakan inflasi lagi, maka kemudian respons The Fed juga akan berbeda,” beber Etika.

Dalam perspektif lain, Trump menyatakan sanggup akan menghentikan perang Rusia dengan Ukraina dan perang Palestina dengan Zionis Israel apabila memenangi Pemilihan Presiden AS 2024. Namun, perang dagang dengan China, dia menyatakan bakal tetap berlanjut.

Kalau ini terjadi, maka ada potensi pasar saham di Asia justru bisa berguguran karena kondisi China sebagai salah satu negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu sedang mengalami permasalahan setelah pertumbuhan di kuartal II-2024 ini sebesar tercatat pertumbuhannya sampai 4,7 persen, yang sebelumnya diekspektasikan 5,1 persen.

Bila hal itu terjadi, maka harga saham di Asia akhirnya berguguran (akibat) dampak dari kebijakan Trump. Ini akhirnya berdampak juga terhadap indeks harga saham di Indonesia dan rupiah,” ungkap Etika. (Aji)

Iklan