Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Industri Gula Coklat Sukrosa di Kecamatan Lakbok Membahayakan Konsumen?

Heru Pramono
20 Mei 2025, 23:23 WIB Last Updated 2025-05-20T16:23:03Z
Tim Pembinaan dan Pengawasan Terpadu IKM Gula Coklat Sukrosa (GCS) di Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis Jawa Barat Menemukan Sejumlah Kejanggalan Dalam Produksi GCS, Senin, (19/5/2025) Pagi/Liputanesia (Foto: Heru Pramono)

Ciamis - Gonjang-ganjing produk Industri Kecil Menengah (IKM) Gula Coklat Sukrosa (GCS) di Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis Jawa Barat kini mulai kembali menuai sorotan.

Sebelumnya, produk Gula Coklat Sukrosa (GCS) yang berbahan Gula Kristal Rafinasi (GKR), Dektros, Glukosa serta adanya bahan tambahan pangan berupa Molases dan Metabisulphite komposisi campuran kadarnya tidak beraturan menjadikan kontroversi antara pelaku usaha dan konsumen (masyarakat).

Terlebih bagi masyarakat yang mengetahui cara pembuatan (produksi) Gula Coklat Sukrosa (GCS) mulai dari higienitas pembuatan, bahan campuran molases dan metabisulphite yang berlebihan takarannya enggan mengkonsumsi. Selain dari pada itu juga tidak dianjurkan menurut aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Campuran bahan pangan pada Gula Coklat Sukrosa (GCS) kadarnya harus sesuai peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Nabhiel Agnes Wulandari selaku perwakilan BPOM Jawa Barat kepada wartawan di lokasi kunjungan menjelaskan, untuk memakai bahan tambahan pangan diatur pada Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan Pangan dan Nomor 13 Tahun 2023 Tentang Kategori Pangan.

"Untuk aturan bahan tambahan pangan pada pembuatan gula merah atau GCS kadar penggunaan metabisulphite tidak boleh lebih 40 mili gram atau 0,04 gram dari setiap produksi per 1 kg gula merah/sukrosa. Sedang untuk kandungan gula sukrosanya sekitar 80%," ucapnya.

"Jadi jika misal nanti ada kelebihan komposisi pada bahan tambahan pangan yang tidak sesuai, maka jelas itu melanggar alias tidak diperbolehkan," tegasnya.

"Akan tetapi itu semua, nantinya harus dipastikan dengan hasil uji laboratorium, untuk mengetahui kadar dari komposisi bahan yang ada," katanya.

Disebutkan Pak Iing (samaran) yang sedang memasak Gula Coklat Sukrosa (GCS) saat diwawancara Liputanesia di lokasi kunjungan, mengungkapkan, sekali membuat olahan gula sekitar 1 kwintal 50 kg (150 kg) Gula Rafinasi dan Molasesnya 50 kg serta Metabisulphite-nya 3 plastik," ungkapnya.

Sementara terlihat pada kemasan per plastik metabisulphite berat bersih (neto) 250 gram. Artinya jika di hitung dari total sekali produksi melebihi kadar takaran yang dianjurkan BPOM.

Nampak tim pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Barat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jawa Barat yang berkantor di Kabupaten Tasikmalaya beserta Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan (DKUKMP) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis melakukan kunjungan ke empat IKM gula coklat sukrosa di wilayah Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (19/5/2025) pagi.

Kepala Bidang (Kabid) Industri Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan (DKUKMP) Kabupaten Ciamis, Dini Kusliani usai mengunjungi beberapa pelaku usaha industri Gula Coklat Sukrosa di Kecamatan Lakbok kepada Liputanesia, menyampaikan beberapa kekurangan dalam proses produksi GCS.

"Kebanyakan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) mulai dari takaran bahan, tempat produksi, pegawai, dan sanitasi (higienitas), para pelaku IKM belum seutuhnya melakukan apa yang seharusnya dilakukan para pelaku usaha industri gula coklat sukrosa," katanya.

"Hasilnya, benar, masih banyak ditemukan kekurangan dalam pembuatan (produksi) gula coklat sukrosa baik komposisi tidak dicantumkan pada kemasan, lebel dan cap halal tidak ada. Seharusnya hal itu tidak boleh terjadi," tuturnya.

"Kami akan terus mengoptimalkan pembinaan bagi para pelaku IKM produksi gula coklat sukrosa di wilayah Lakbok Ciamis," ujarnya.

"Pada label kemasan dan komposisi produksi harusnya dicantumkan supaya konsumen bisa mengetahui komposisi kadar bahan produksi dengan jelas bahwa itu adalah produk gula coklat sukrosa (GCS) bukan gula aren atau gula merah kelapa," tandasnya.

Dia mengungkap bahwa tidak dicantumkannya komposisi pada kemasan atau label merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan.

"Meski mereka (pelaku IKM) mengatakan bahwa konsumen (pembeli) meminta supaya jangan mencantumkan label dan komposisi bahan produksi dengan alasan ketakutan konsumen bisa membeli langsung ke pengrajin gula coklat sukrosa, tetap hal itu tidak diperbolehkan secara aturan," tegasnya.

Hal yang sama pula disampaikan bidang Pengawasan Perdagangan Ahli Muda, Dinas Perindag Provinsi Jawa Barat, Egi Mardiana Abdilah, kepada Liputanesia, pihaknya akan melaporkan hasil pengawasannya kepada pimpinan.

"Hasil kunjungan dan pengawasan hari ini tentu akan kami laporkan kepada pimpinan," ungkap Egi Mardiana Abdilah.

IKM Belum Memiliki Izin, Namun Bebas Beroperasi

Kunjungan dalam rangka pembinaan dan pengawasan yang dilakukan empat dinas tersebutpun mendatangi ke empat IKM Gula Coklat Sukrosa di Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis.

Kunjungan pertama diawali di Perusahaan Dagang (PD) Muhamad Muslimin Jaya namun pada label produksi yang dipakai adalah Cahya Gemilang Jaya dengan Alamat di Dusun Kalapagada RT 17 RW 04 Desa Kalapasawit dengan nama pemilik Muslimin dan Istri Sangidah.

Kunjungan kedua dilakukan oleh tim pembinaan dan pengawasan ke Pabrik Makruf di Dusun Nambo Desa Cintajaya dan ini diduga belum memiliki izin, baik NIB, PIRT, Halal, Kemasan Pakai Label. Sementara di lokasi sudah berjalan beroperasi/produksi.

Hal itu diketarai saat tim pembinaan dan pengawasan menanyakan izin usahanya, pihak pemilik mengatakan belum memiliki izin sebagaimana yang disampaikan tim pembinaan dan pengawasan.

Ketiga ke IKM Paimin di Kalapasait, meski nampak higienis dalam pembuatan (produksi), juga tidak mencantumkan komposisi bahan produksi pada kemasan. Padahal hal itu sudah siap edar atau dipasarkan ke pasar tradisonal.

Hal yang sama pula yang terjadi di pabrik IKM milik Dede di Desa Cintaratu, meski produksi terlihat higienis, namun saat ditanya izin mereka belum juga memiliki izin usaha.

Dari sekian banyak IKM yang dikunjungi, terlihat hasil produksi yang sudah dikemas dan siap edar atau dijual ke pasar tradisional itu pun tidak mencantumkan komposisi bahan yang dipasang.

Ditanya, pengolahan limbah atau Intstalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dibeberapa IKM yang dikunjungi seperti tidak jelas IPAL nya. Bahkan nampak terlihat saluran pembuangan hasil olahan gula menuju ke sawah dan sungai.

Iklan