Ketua Dewan Pengawas KGIF, Sudirman, mengatakan surat resmi telah disampaikan pada Senin lalu. Namun, permintaan serupa telah dikirimkan pada 16 dan 25 April 2025 tanpa respons dari pihak perusahaan.
“Kami hanya ingin berdialog langsung. Aspirasi yang kami sampaikan menyangkut kepentingan masyarakat sekitar, tapi tidak ditanggapi sama sekali,” kata Sudirman kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).
Salah satu poin penting yang disuarakan KGIF adalah penanganan korban paparan gas beracun. Menurut Sudirman, sejauh ini penanganan hanya sebatas pemberian susu tanpa kompensasi maupun tindak lanjut jangka panjang.
“Korban bukan hanya butuh pengobatan sementara. Harus ada kompensasi yang layak karena limbah berdampak langsung pada kesehatan dan mata pencaharian warga,” tegasnya.
KGIF juga menyoroti proses rekrutmen tenaga kerja yang kini disebut dilakukan langsung oleh induk perusahaan, PT Pupuk Indonesia, tanpa mempertimbangkan prioritas bagi warga lokal.
“Jika terus tidak ada ruang dialog, kami akan menyuarakan aspirasi secara terbuka di ruang publik bersama massa,” ujarnya.
Adapun enam tuntutan yang disampaikan KGIF dan belum ditanggapi oleh PT PIM antara lain:
1. Pemberian kompensasi dana bagi masyarakat terdampak limbah.
2. Penghentian rekrutmen oleh PT Pupuk Indonesia dan mengutamakan warga lokal sesuai kekhususan Aceh dalam UUPA.
3. Penetapan Gampong Bangka Jaya sebagai desa binaan perusahaan.
4. Penyediaan lapangan kerja bagi warga gusuran sesuai kesepakatan 29 November 2022.
5. Pengaktifan kembali Balai Latihan Kerja (BLK) milik eks PT AAF yang telah diakuisisi PIM.
6. Transparansi nilai dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Saat dikonfirmasi, Vice President TJSL dan Humas PT PIM, Saiful Rakjab, enggan memberikan penjelasan lebih lanjut. Ia hanya membalas singkat melalui pesan WhatsApp, “Sedang dijadwalkan.”