Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, mengungkapkan kekecewaannya atas keterlibatan oknum pemerintah dalam jaringan judol/Liputanesia.co.id/Foto: DPR RI-Editor: Abdul Mutakim. |
Jakarta - Judi online semakin mengkhawatirkan dengan penangkapan 11 tersangka oleh Polda Metro Jaya. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengapresiasi tindakan aparat yang berani menindak tersangka dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk memfasilitasi judi online.
“Pemberantasan judi online memang menjadi sebuah keharusan karena sudah sangat meresahkan dalam kehidupan sosial, berbangsa, dan bernegara kita. DPR mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk memberantas judol,” ujar Cucun dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/11/2024).
Cucun mengungkapkan kekecewaannya atas keterlibatan oknum pemerintah dalam jaringan judol. Menurutnya, langkah polisi perlu dilanjutkan oleh seluruh aparat penegak hukum.
“Ini yang sangat kita sesalkan bagaimana judol telah menyusup masuk ke institusi negara. Langkah polisi yang tak segan menangkap oknum dari institusi Pemerintah yang ikut masuk dalam jaringan judol harus terus dilanjutkan,” tambahnya.
Para tersangka diketahui menyalahgunakan kewenangan mereka untuk tidak memblokir situs tertentu. Bahkan, para tersangka ini menyewa ruko sebagai “kantor satelit” untuk mengoperasikan jaringan judol.
Cucun menegaskan bahwa pemberantasan judol harus dilakukan dari hulu hingga hilir, tanpa pandang bulu, demi menjaga ketertiban sosial.
“Tidak boleh ada toleransi terhadap pihak-pihak yang memfasilitasi judi online, dari manapun dia berasal dan apapun statusnya. Penegakan hukum harus sama rata,” tegasnya.
Cucun juga menyoroti data yang menunjukkan tingginya jumlah anak-anak dan remaja yang terjerat aktivitas judol. Berdasarkan data, jumlah pemain usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari total pemain, sementara usia 10 hingga 20 tahun mencapai 11%.
“Masalah judol ini terus berlarut, anak-anak kita terkena juga tren ini. Mereka awalnya mungkin mengira judol hanya permainan game biasa,” jelasnya.
Selain itu, maraknya judol disebut juga memicu gangguan psikologis pada anak, seperti depresi dan perilaku anti-sosial. Ia menilai akses yang mudah terhadap judol menjadi alasan utama meningkatnya keterlibatan anak dalam praktik ini.
Cucun mengimbau agar satuan pendidikan memberikan edukasi tentang risiko judol. Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan orang tua dalam membatasi penggunaan internet pada anak.
“Anak-anak harus selalu dalam pengawasan ketika berselancar internet, apalagi judi online ini sudah mulai banyak masuk melalui berbagai platform digital,” kata Cucun.
Selain keluarga, ia menekankan peran tokoh masyarakat dan agama untuk memberikan pemahaman kepada publik tentang dampak buruk judol yang juga berpotensi menimbulkan ketegangan dalam keluarga.
Menurutnya, judi online kerap menjadi pemicu perselisihan rumah tangga hingga perceraian. Di Bogor, tercatat 496 perceraian sepanjang semester pertama 2024, di mana keterlibatan pasangan dalam judol menjadi salah satu pemicu utama.
“Judol berujung ke pinjol, sampai lari ke masalah ekonomi dan bahkan ke kasus KDRT. Kondisi ini sangat bahaya,” tegas Cucun.
Ia mendukung penerapan sanksi tegas, termasuk penyitaan aset bandar judol menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), untuk memberikan efek jera.
Cucun menegaskan bahwa pemberantasan judi online membutuhkan kerja sama lintas instansi yang kuat. DPR, lanjutnya, akan terus mengawal komitmen ini demi mewujudkan Indonesia bebas judol.
“Pemberantasan judi online memang menjadi sebuah keharusan karena sudah sangat meresahkan dalam kehidupan sosial, berbangsa, dan bernegara kita. DPR mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk memberantas judol,” ujar Cucun dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/11/2024).
Cucun mengungkapkan kekecewaannya atas keterlibatan oknum pemerintah dalam jaringan judol. Menurutnya, langkah polisi perlu dilanjutkan oleh seluruh aparat penegak hukum.
“Ini yang sangat kita sesalkan bagaimana judol telah menyusup masuk ke institusi negara. Langkah polisi yang tak segan menangkap oknum dari institusi Pemerintah yang ikut masuk dalam jaringan judol harus terus dilanjutkan,” tambahnya.
Para tersangka diketahui menyalahgunakan kewenangan mereka untuk tidak memblokir situs tertentu. Bahkan, para tersangka ini menyewa ruko sebagai “kantor satelit” untuk mengoperasikan jaringan judol.
Cucun menegaskan bahwa pemberantasan judol harus dilakukan dari hulu hingga hilir, tanpa pandang bulu, demi menjaga ketertiban sosial.
“Tidak boleh ada toleransi terhadap pihak-pihak yang memfasilitasi judi online, dari manapun dia berasal dan apapun statusnya. Penegakan hukum harus sama rata,” tegasnya.
Cucun juga menyoroti data yang menunjukkan tingginya jumlah anak-anak dan remaja yang terjerat aktivitas judol. Berdasarkan data, jumlah pemain usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari total pemain, sementara usia 10 hingga 20 tahun mencapai 11%.
“Masalah judol ini terus berlarut, anak-anak kita terkena juga tren ini. Mereka awalnya mungkin mengira judol hanya permainan game biasa,” jelasnya.
Selain itu, maraknya judol disebut juga memicu gangguan psikologis pada anak, seperti depresi dan perilaku anti-sosial. Ia menilai akses yang mudah terhadap judol menjadi alasan utama meningkatnya keterlibatan anak dalam praktik ini.
Cucun mengimbau agar satuan pendidikan memberikan edukasi tentang risiko judol. Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan orang tua dalam membatasi penggunaan internet pada anak.
“Anak-anak harus selalu dalam pengawasan ketika berselancar internet, apalagi judi online ini sudah mulai banyak masuk melalui berbagai platform digital,” kata Cucun.
Selain keluarga, ia menekankan peran tokoh masyarakat dan agama untuk memberikan pemahaman kepada publik tentang dampak buruk judol yang juga berpotensi menimbulkan ketegangan dalam keluarga.
Menurutnya, judi online kerap menjadi pemicu perselisihan rumah tangga hingga perceraian. Di Bogor, tercatat 496 perceraian sepanjang semester pertama 2024, di mana keterlibatan pasangan dalam judol menjadi salah satu pemicu utama.
“Judol berujung ke pinjol, sampai lari ke masalah ekonomi dan bahkan ke kasus KDRT. Kondisi ini sangat bahaya,” tegas Cucun.
Ia mendukung penerapan sanksi tegas, termasuk penyitaan aset bandar judol menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), untuk memberikan efek jera.
Cucun menegaskan bahwa pemberantasan judi online membutuhkan kerja sama lintas instansi yang kuat. DPR, lanjutnya, akan terus mengawal komitmen ini demi mewujudkan Indonesia bebas judol.