Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Mafia Tanah Akan Dimiskinkan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Tegaskan Tak Ada Toleransi

Abdul Mutakim
31 Okt 2024, 16:53 WIB Last Updated 2024-10-31T09:53:20Z
Kompleksitas praktik ilegal mafia tanah melibatkan berbagai oknum, termasuk aparat pemerintah dan pihak swasta, dalam merampas hak atas tanah masyarakat/Liputanesia.co.id/Ilustrasi: Abdul Mutakim. 

Jakarta - Praktik mafia tanah di Indonesia akan ditindak tegas dengan upaya pemiskinan pelakunya, seperti yang disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR,

Nusron menjelaskan rencananya untuk menerapkan pasal berlapis bagi para pelaku agar dapat menciptakan efek jera.

Menurutnya, penting untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang terlibat dalam praktik mafia tanah untuk mengambil tindakan yang efektif. Dia menegaskan bahwa keterlibatan oknum dari berbagai latar belakang menjadi faktor utama dalam masalah ini.

"Bagaimana kita menghadapi mafia tanah ini? Bapak-bapak, sekalian tentunya kita tidak bisa mentolerir adanya mafia tanah. Dan kalau kita identifikasi, mafia tanah itu selalu elemennya atau unsurnya itu melibatkan tiga komponen," ujar Nusron dalam keterangan tertulis.

Nusron kemudian merinci tiga komponen tersebut, menunjukkan betapa kompleksnya jaringan yang terlibat dalam praktik ilegal ini.

"Yang pertama, mohon maaf kata, mungkin melibatkan oknum orang dalam. Yang nomor dua adalah pemborong tanah pasti ambil kepentingan. Yang nomor tiga pasti adalah pihak ketiga yang menjadi pendukung. Pendukung itu dimulai dari oknum kepala desa, bisa oknum lawyer, bisa oknum PPAT, oknum notaris," tambahnya.

Nusron juga menekankan pentingnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya, seperti Kejaksaan Agung dan Polri, untuk menciptakan sinergi dalam memberantas mafia tanah.

"Apa treatment-nya? Kita tidak bisa mentolerir itu, kita akan melaksanakan rakor khusus ini dengan Pak Kejaksaan Agung sama Pak Kapolri, sama PPATK. Kami akan menginisiasi adanya proses pemiskinan terhadap mafia tanah," ujarnya.

Lebih lanjut, Nusron menegaskan bahwa tindakan hukum terhadap mafia tanah tidak cukup hanya dengan delik pidana umum. Dia menegaskan, aparat negara yang terlibat harus dikenakan pasal berlapis, termasuk tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

"Kami tidak hanya puas kalau mafia tanah itu dikenakan delik pidana umum, kalau itu pidana murni. Kalau melibatkan aparat negara, penyelenggara negara, pasti adalah deliknya tipikor ya kan tindak pidana korupsi. Tapi kalau bisa diimbangi dengan delik tindak pidana pencucian uang supaya ada efek jera," sambungnya.

Nusron menambahkan bahwa dia dan timnya sedang melakukan simulasi untuk memastikan bahwa masalah mafia tanah dapat ditangani secara efektif, demi melindungi hak rakyat kecil.

"Nah ini yang perlu kita dorong nanti dalam rakor itu, kita sedang simulasi. Supaya apa? Supaya persoalan mafia tanah ini benar-benar tidak ada di Indonesia karena itu menyangkut kepastian hukum dan mempermainkan orang-orang kecil yang itu berhak, yang diserobot haknya," imbuhnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, memberikan apresiasi terhadap kejujuran Nusron dalam menyampaikan kondisi pertanahan di Indonesia.

“Yang pertama Pak Nusron hadir ke Ruang Rapat Komisi II DPR RI dengan segala kejujurannya terhadap data dan kondisi terkait dengan pertanahan dan tata ruang di Indonesia. Hal itu tentu harus kita apresiasi," ujar Rifqi.

Rifqi berharap agar kementerian segera menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan, termasuk pendaftaran sertifikat untuk badan usaha yang sudah lama beroperasi.

"Namun jika hal tersebut tidak jua terselesaikan, maka setiap hari negara ini dirampok oleh para pengusaha-pengusaha, dan petani-petani sawit yang tidak mau tunduk kepada hukum negara," ungkap Rifqi.

Kedua pejabat ini menekankan pentingnya upaya untuk menyelesaikan berbagai program dan tantangan yang ada dalam waktu 100 hari kerja kementerian, termasuk pendaftaran tanah dan penataan tata ruang yang berkeadilan.

Iklan