Fokus diskusi ini menyoroti pentingnya diversifikasi pangan lokal dan perbaikan gizi, terutama di kalangan generasi Z, untuk menyongsong bonus demografi 2045.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan bahwa memperbaiki pola konsumsi pangan lokal akan berdampak langsung pada kualitas kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya menentukan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang.
Rinna Syawal, Direktur Penganekaragaman dan Konsumsi Pangan Bapanas, menyampaikan bahwa pola konsumsi pangan yang baik sangat berpengaruh terhadap kualitas gizi masyarakat.
“Pola konsumsi pangan merupakan perilaku paling penting dalam mempengaruhi keadaan gizi seseorang,” ujar Rinna Syawal.
Ia juga menjelaskan bahwa skor Pola Pangan Harapan (PPH) Indonesia pada 2023 baru mencapai 94,1, masih jauh dari target ideal 100. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras dan terigu, sehingga diversifikasi pangan lokal menjadi langkah penting untuk memastikan terpenuhinya gizi seimbang.
Selain itu, tantangan distribusi pangan lokal juga menjadi sorotan dalam diskusi tersebut. Ahmad Arif, inisiator Nusantara Food Biodiversity, menyoroti permasalahan ketergantungan terhadap satu jenis komoditas pangan.
“Semakin jauh dari pusat sentral, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat daerah. Prinsip desentralisasi mendorong pemulihan pangan berdasarkan kondisi yang berbeda-beda di setiap daerah,” ungkap Ahmad.
Di tingkat lokal, Ismu Widjaya, pemilik restoran Padmi di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, berbagi pengalamannya dalam bermitra dengan petani dan nelayan untuk mendukung pengembangan pangan lokal.
“Kami tidak hanya meningkatkan kualitas produk kami, tetapi juga kehidupan mereka,” ujarnya.
Stephanie Cindy Wangko dari Yayasan Dahetok Milah Lestari Papua Selatan turut membahas perubahan pola konsumsi pangan di komunitas lokal.
Ia menyoroti bagaimana Suku Marind Anim di Kabupaten Merauke yang tadinya bergantung penuh pada alam, mengalami pergeseran pola konsumsi setelah bersentuhan dengan budaya luar.
“Komunitas Suku Marind Anim menggantungkan hidup sepenuhnya kepada alam. Namun, sejak bersentuhan dengan orang luar, pola konsumsi mereka berubah,” jelas Cindy.
Lebih jauh, Said Abdullah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), menegaskan pentingnya kedaulatan pangan yang bisa dicapai melalui pemanfaatan pangan lokal secara optimal. Hal ini memerlukan komitmen bersama dari berbagai pihak.
“Kita punya dua hal ini dan sayangnya kita sekarang mengingkari bahkan membunuhnya. Jadi tidak heran jika kemudian sistem pangan kita masih jauh dari tangguh,” ucap Said.
Diskusi dalam IDEAFEST 2024 ini menggambarkan bahwa diversifikasi pangan lokal, perbaikan pola konsumsi, dan komitmen kolektif menjadi kunci untuk mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh dan berkelanjutan, sekaligus memastikan kesehatan dan kesejahteraan generasi mendatang.