Gambar ilustrasi. |
Untuk para perokok maka di luar bulan puasa rasanya sulit beraktivitas kalau tidak merokok. Tetapi selama puasa ini maka semua dapat terus aktif beraktivitas dari pagi sampai sore hari. Artinya, memang tidak benar pendapat bahwa harus merokok dulu baru bisa bekerja.
Pengalaman nyata di bulan puasa ini membuktikan sebaliknya, kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga dalam keterangan resmi, yang dikutip pada Jumat (22/3/2024).
Prof Tjandra Yoga yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas Yarsi ini, menyatakan bulan suci Ramadhan yang datang setiap tahun sekali merupakan kesempatan emas bagi perokok mengurangi dan menghentikan kebiasaan merokoknya.
Saat datang waktu berbuka, Profesor bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi ini mengingatkan, bagi para perokok untuk tidak langsung merokok saat berbuka. Sebaiknya, saat berbuka mengonsumsi air putih dan makan makanan yang manis misalnya, kurma.
“Dari kacamata kesehatan maka tentu kita harus berbuka dengan makanan yang sehat dan bergizi, dan kita semua tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, jadi jangan berbuka dengan merokok.
Sesudah kita berpuasa seharian maka tentu kita relatif agak lemah, jadi tentu sangat tidak baik kalau keadaan itu lalu diperburuk lagi dengan merokok untuk berbuka,” pesan Prof Tjandra.
Menurut dia, seharusnya puasa Ramadan tahun ini dipakai sebagai momentum untuk berhenti merokok. Hal itu sudah terbukti bahwa kita dapat beraktivitas dengan baik dari pagi sampai sore, jadi ketagihan rokok sudah bisa kita kendalikan.
“Nah, kenapa pengendalian ini tidak kita teruskan saja untuk berhenti merokok sepenuhnya, baik pagi sampai sore dan dilanjutkan sampai malam harinya. Artinya, puasa Ramadan ini kita dapat momentum hiduop sehat tanpa rokok, dan karena rokok merusak kesehatan maka kita dapat momentum juga menjauhi kebiasaan buruk yang merugikan kesehatan,” ujar Tjandra.
(RO/Aji)