Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Bikin Gaduh dan Resah Wali Murid, SMSI Blitar Minta Hentikan Dugaan Pungli di Lembaga Sekolah

Faisal Nur Rachman
23 Feb 2025, 22:36 WIB Last Updated 2025-02-23T15:36:13Z
Penasehat Organisasi SMSI Blitar Tugas Naggolo Yudho Dilli Prasetyono atau Bagas (pakai baju warna hitam) Saat Dihubungi Awak Media, Minggu (23/22025)/Liputanesia.co.id/Foto: Faisal Nur Rachman

Blitar - Organisasi perusahaan media Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Cabang Blitar mendorong agar praktek-praktek tindakan dugaan pungutan liar (Pungli) di lembaga sekolah di Blitar untuk dihentikan.

Pemerhati pendidikan yang juga Penasehat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Blitar, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetyono atau biasa disapa Bagas, menegaskan bahwa pungutan yang bersifat memaksa di sekolah melanggar aturan.

"Sumbangan harusnya benar-benar sukarela, tanpa patokan nominal atau tekanan. Jika sekolah mewajibkan pembayaran dengan ancaman tertentu, itu sudah termasuk pungutan liar dan harus ditindak," ungkapnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (23/2/2025).

Para wali murid, lanjut Bagas, tentu juga berharap pemerintah pusat maupun daerah segera mengambil tindakan konkrit untuk menghentikan praktek-praktek itu, agar anak-anak mereka bisa belajar tanpa tekanan finansial maupun ancaman sosial.

Seorang walimurid SMKN 3 Kota Blitar yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keresahannya. Ia khawatir jika tidak membayar, anaknya akan diperlakukan berbeda, bahkan terancam tidak bisa mengikuti ujian yang diselenggarakan pihak sekolah.

"Saat rapat komite, kami diminta membayar sumbangan pembangunan sekolah. Katanya sukarela, tapi nominalnya sudah ditentukan. Kalau tidak bayar, kami takut anak dikucilkan atau tidak diizinkan ikut ujian. Ini bukan sumbangan, tapi pungutan," ujarnya tegas, Kamis (21/2/2025).

Bahkan, orang tua siswa ini mengungkapkan bahwa anaknya mengalami perundungan akibat persoalan itu dan kini enggan bersekolah.

"Anak saya jadi korban bullying dan tidak mau sekolah. Selain itu, sejak masuk sekolah ini, bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya diterima malah tidak kami dapatkan. Padahal, sejak SD hingga SMP selalu menerima," tambahnya.

Keluhan serupa disampaikan wali murid lain yang kecewa dengan praktik dugaan pungli. Mereka menegaskan bahwa pendidikan dasar hingga menengah seharusnya bebas dari pungutan.

"Kami ingin anak-anak sekolah dengan tenang. Tapi dengan pungutan seperti ini, kami justru merasa dipaksa. Jika menolak atau protes, kami takut anak-anak menjadi korban, baik dalam bentuk perundungan maupun perlakuan tidak adil dari pihak sekolah," ungkap seorang wali murid lainnya.

Iklan