Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

DEN Setuju Pengenaan PPN 12 persen di 2025, Ini Alasannya

Redaksi
5 Des 2024, 22:40 WIB Last Updated 2024-12-05T15:40:39Z
Gambar Ilustrasi Liputanesia.co.id

Jakarta - Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyepakati pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Penaikan PPN ini bertujuan mengimbangi penerimaan negara, menjaga daya beli dan kondisi dunia usaha.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kalau Presiden Prabowo Subianto sudah membahas secara rinci dan telah disepakati juga oleh DEN bersama para menteri, terkait kenaikan pengenaan PPN 12 persen mulai awal 2025.

“Bapak Presiden sudah sangat detail mengenai itu. Saya kira kami dengan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan juga sudah sepakat mengenai itu,” ucap Luhut Bisar Panjaita, dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Luhut menjelaskan, DEN sudah bertemu dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan dan membahas masalah ini. DEN menyatakan pihaknya juga sepakat pengenaan PPN sebesar 12 persen di awal tahun 2025. Hal itu sebagai upaya pemerintah dalam mencari perimbangan antara penerimaan negara, menjaga daya beli masyarakat, hingga keadaan dunia usaha.

Dalam kesempatan ini, Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu menjelaskan bahwa opsi pengenaan PPN 12 persen juga tidak diberlakukan untuk seluruh barang atau komoditas, misalnya saja dikenakan untuk barang mewah.

“Kita sih setuju dengan mencari keseimbangan yang tepat ya. Antara mengenakan mungkin PPN itu dikenakan untuk barang mewah misalnya ya,” kata Mari Elka.

Keputusan soal pengenaan PPN sebesar 12 persen ini akan diumumkan oleh pemerintah melalui Menko bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco mengumumkan hasil pertemuan DPR RI khususnya Komisi XI dengan Presiden Prabowo Subianto mengenai penerapan PPN 12 persen di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis.

Pertemuan itu menghasilkan keputusan bahwa PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif dan menyasar pembeli barang-barang mewah.

Sementara untuk kebutuhan pokok dan pelayanan publik seperti jasa kesehatan, jasa perbankan dan jasa pendidikan dipastikan tidak diberikan pajak 12 persen dan dikenakan pajak yang saat ini sudah berjalan yaitu 11 persen.

(Aji)

Iklan