![]() |
Penampakan Aktivitas Pertambangan Pasir di Blitar, Selasa (30/1/2025)/Liputanesia.co.id/Foto : ist. |
Permintaan ini disampaikan Ketua PC PMII Blitar Muhammad Thoha Ma'ruf di acara Forum Reboan dengan tema 'Bagaimana Peran APH dalam Pengawasan Eksploitasi Tambang di Blitar ?' bertempat di Sekretariat PC PMII Blitar, Rabu, (29/1/2025), malam.
Pelaksanaan Forum Reboan itu diikuti oleh puluhan kader PMII yang berasal dari kampus di Blitar Raya. Diskusi dipimpin oleh Ketua PC PMII Blitar, Muhammad Thoha Ma'ruf.
Thoha menyampaikan, pengambilan tema tersebut menindaklanjuti temuan dari PC PMII Blitar terkait eksploitasi tambang berupa pasir dan batu (sirtu) di wilayah Blitar yang merusak lingkungan.
"Blitar dilewati oleh sungai yang jadi aliran lahar Gunung Kelud, seperti Kali Putih dan Kali Bladak. Namun, pemanfaatan yang asal-asalan hanya akan memberi banyak mudharat daripada manfaatnya," katanya.
Dalam kesempatan itu, Thoha menunjukkan potret di lapangan terkait kerusakan akibat eksploitasi tambang. Tanah longsor, kerusakan sawah petani, kerusakan jalan, polusi udara, jadi beberapa dampak buruk eksploitasi tambang.
"Bahkan, beberapa waktu lalu sampai ada orang yang meregang nyawa di lokasi pertambangan di Blitar. Kalau tidak diawasi secara ketat, bukan tidak mungkin ada nyawa manusia lagi yang melayang," ujarnya.
Oleh karena itu, PC PMII Blitar mendesak aparat penegak hukum (APH) di Blitar untuk tegas dalam menegakkan aturan terkait pemanfaatan tambang. Karena dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat Bumi Penataran.
PMII mendesak APH melakukan patroli dan inspeksi secara berkala di kawasan wilayah lahar (KWL). APH juga didesak melakukan penertiban aktivitas pertambangan yang tidak memiliki izin sesuai peraturan yang berlaku.
"Apabila aktivitas tambang yang menyalahi aturan tetap berjalan, maka aparat penegak hukum telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Lebih baik mundur saja dari jabatannya," ucapnya.
Menurutnya, keberadaan tambang harus memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Pertambangan menggunakan alat manual dinilai lebih meminimalisir dampak buruk dibandingkan menggunakan alat berat, seperti ekskavator.
"Jangan sampai yang mendapatkan untung malah masyarakat luar Blitar. Karena setelah kami tracking, ada beberapa perusahaan yang beralamat di luar Blitar. Sedangkan yang terkena imbas buruk, seperti jalan rusak dan debu kita (masyarakat Blitar)," pungkasnya.