Pengelola Dalem Sawo Debu Agung saat menjelaskan proses budidaya maggot untuk mengolah sampah di Kelurahan Cokrodiningratan (Dalem Sawo), Jum'at (12/7/2024)/Liputanesia/Foto: Rio Ardian. |
Pengelola Dalem Sawo Debu Agung menuturkan, pihaknya belajar bagaimana memanfaatkan belatung untuk mengurangi sampah dari rumah. Ide ini berawal dari keresahannya terhadap darurat sampah yang tak kunjung usai ditambah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Bantul DIY sudah ditutup.
Lokasi yang hanya memiliki luas 800 meter persegi milik leluhurnya tersebut, sebelum disulap menjadi tempat pengelolaan mulanya dijadikan penampungan sampah oleh warga.
Seiring berjalannya waktu, Agung mulai aktif menanam aneka tanaman agar warga tak lagi membuang sampah di sini. Hanya bermodalkan ilmu dari media sosial, dia mulai membudidayakan maggot guna mengelola sampah warga yang menumpuk.
"Spontan muncul ide untuk mengelola sampah dari masyarakat. Cara ini terbilang efektif meminimalisir bau menyengat sampah, bau hanya tercium didekat kandang maggot saja," ujarnya, Jumat 12 Juli 2024.
Menurut Agung yang masih menjadi kendala adalah kurangnya kesadaran masyarakat memilah sampahnya baik organik maupun anorganik.
Berbeda dari proses lain, cara ini jauh lebih efektif dari segi waktu. "Cara ini mampu mengolah sampah 1,5 ton perhari atau 15 ton per bulan sampah yang terurai," ungkapnya.
Secara mandiri, maggot dibudidayakan menjadi pemakan sampah yang efektif dan dijadikan berbagai produk olahan pupuk.
Ditemui saat kunjungan, Penjabat (PJ) Wali Kota Yogyakarta Sugeng Purwanto mengapresiasi hasil inovasi warga karena budidaya maggot bermanfaat dan multifungsi.
"Kemantren Jetis ini bisa jadi percontohan, sampah sehari-hari bisa terurai dengan maggot, ini mengurangi volume sampah di Kota Yogyakarta," ucapnya.
Ke depan, perlu memaksimalkan potensi budaya maggot ini, melalui sinegritas antara Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) supaya penumpukkan sampah di kota segera terselesaikan.
(Rio Ardian)