Gambar ilustrasi Liputanesia.co.id |
Adapun putusan tersebut tertuang dalam Putusan Perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh mahasiswa dan karyawan swasta, Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya, yang menguji konstitusionalitas norma Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mengenai kemenangan kotak kosong pada Pilkada calon tunggal.
Menurut MK, pemaknaan frasa ‘pemilihan berikutnya’ dan ‘tahun berikutnya’ dalam norma Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016 tersebut menjadi ‘pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak pemungutan suara pada 27 November 2024 mendatang.
“Maka, pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama satu tahun sejak hari pemungutan suara, dan kepala daerah/wakil kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak berikuthya, sepanjang tidak melebihi masa waktu lima tahun sejak pelantikan,” kata ketua MK, Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (14/11/2024).
Selanjutnya, MK pun menyoroti Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas sebagai penyelenggara untuk tetap berupaya melaksanakan pemilihan berikutnya dalam waktu secepat mungkin.
Hal tersebut, menurut MK, agar para kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari hasil pemilihan berikutnya tidak banyak kehilangan haknya untuk menjabat dalam periode masa jabatan sejak pelantikan.
Selain itu, MK juga menggarisbawahi kekhawatiran terkait pengurangan masa jabatan kepala daerah terpilih dari pilkada ulang.
Mamun, Mahkamah Konstitusi berpendapat, hal tersebut merupakan konsekuensi logis atas adanya pemilihan ulang setelah kotak kosong menang dalam kontestasi politik.
“Sebagai penyelenggara, seharusnya KPU berupaya melaksanakan pemilihan berikutnya tersebut dalam waktu secepat mungkin. Hal demikian dimaksudkan agar kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari hasil pemilihan berikutnya tidak banyak kehilangan haknya untuk menjabat dalam periode masa jabatan sejak sejak pelantikan,” jelas Wakil Ketua MK, Saldi Isra.
Guna menjaga keserentakan Pilkada, maka kaya Saldi, perlu diterima fakta bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih karena keharusan dilakukan pilkada ulang, termasuk konsekuensi dari hasil penyelesaian sengketa di Mahkamah, harus menerima masa jabatannya kurang dari lima tahun.
Oleh karena itu, MK menegaskan agar negara perlu memikirkan perlindungan hukum bagi para kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya tidak terpenuhi sampai dengan lima tahun.
“Masa jabatan kepala daerah kurang dari 5 tahun merupakan konsekuensi logis dari adanya pemilihan berikutnya,” ucap Saldi.
“Namun, berkenaan dengan pengurangan masa jabatan dimaksud, perlu dipikirkan perlindungan hukum bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya tidak terpenuh. Misalnya, perlindungan hukum dapat dilakukan dengan pemberian kompensasi sebagaimana diatur dalam I Pasal 202 UU 8/2015, atau dapat dirumuskan kompensasi dalam bentuk lain,” terangnya.
(Hawa A)