![]() |
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf/Liputanesia/Foto: DPR RI - Editor: Abdul Mutakim. |
Dede menegaskan pentingnya membentuk satuan tugas khusus untuk menindak tegas mafia tanah. Ia berpendapat bahwa pemberantasan praktik ini harus didukung koordinasi yang kuat dengan aparat penegak hukum agar efektif.
"Menurut saya, perlu dibentuk satgas khusus yang serius dalam memberikan sanksi tegas kepada mafia tanah. Satgas ini akan menjadi garda terdepan dalam memberantas praktik mereka,” kata Dede Yusuf dalam keterangan persnya, Jumat (1/11/2024).
Pemerintah melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid berencana menjerat mafia tanah dengan delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Upaya pemiskinan mafia tanah dinilai penting agar memberikan dampak besar.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini menyambut positif rencana tersebut karena menurutnya mafia tanah kerap terjadi akibat kurang adanya efek jera dalam penegakan hukum bagi pelaku.
"Mungkin itu yang akan diupayakan dengan delik TPPU, bisa dimiskinkan. Kita lihat ide ini bagus, prinsipnya kita dukung," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya koordinasi dengan penegak hukum dalam implementasi kebijakan ini.
Dede Yusuf menjelaskan bahwa laporan Kementerian ATR/BPN kepada Komisi II DPR mengungkapkan adanya jaringan mafia tanah yang bergerak secara sistematis, yang membuat pemberantasannya membutuhkan upaya hukum lebih kuat.
“Faktor tidak terukur dengan baik, tidak terdata dengan baik, tidak terkawal dengan baik atau mungkin ada oknum. Selama ini mungkin jerat hukumnya juga masih terlalu biasa, paling ancaman hukuman 5 tahun atau denda berapa," terangnya.
Politikus Partai Demokrat ini, juga menegaskan bahwa mafia tanah telah menghambat stabilitas agraria dan berdampak pada masyarakat yang kehilangan hak atas tanah mereka. Ia pun setuju dengan pendekatan TPPU agar pemiskinan pelaku dapat memberi dampak nyata.
"Sementara yang dirugikan sangat banyak, makanya kemarin Menteri (ATR) menyampaikan untuk menggunakan deliknya adalah pencucian uang atau TPPU," jelas Dede'.
Ia mengatakan bahwa mafia tanah kerap beroperasi dengan modus seperti pemalsuan dokumen, penggelapan, dan pendudukan ilegal. Menurut data dari Satgas Anti Mafia Tanah, sebagian besar kasus melibatkan pemalsuan dokumen (66,7%), diikuti oleh penggelapan (19,1%) dan pendudukan ilegal (11%).
"Pajak tidak dibayar, tidak punya HGU tapi produksi jalan terus. Itu kan banyak sekali perkebunan dan pertanahan yang mungkin itu milik negara, milik rakyat," sebutnya.
Dede Yusuf menilai Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki visi kuat terkait penegakan hukum yang tegas termasuk dalam pemberantasan mafia tanah, mengingat hal ini telah disinggung berkali-kali oleh Prabowo.
"Saya melihatnya Pak Prabowo ini adalah orang yang sangat konsen dengan nasionalisme. Karena bagaimanapun sebagai seorang prajurit, NKRI itu harga mati," ujarnya.
Legislator Komisi II ini, menekankan pentingnya perputaran ekonomi yang lebih merata dan mengurangi ketimpangan dalam distribusi kekayaan di Indonesia.
"Pasti beliau sudah punya pemikiran konsep selama ini peredaran uang itu hanya beredar pada 10 persen masyarakat yang ada di pucuk teratas. Makanya agak miris ketika masyarakat Indonesia masih banyak yang penghasilannya di bawah UMR, berarti asas keadilan belum terjadi,” sambungnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini optimistis bahwa melalui instruksi presiden, kementerian terkait akan melaksanakan kebijakan untuk keadilan agraria yang menyentuh semua kalangan masyarakat Indonesia.
"Maka diperintahkan menteri-menterinya melakukan cara-cara seperti ini. Kalau Menteri ATR menyampaikan cara seperti ini adalah instruksi presiden, itu pasti jalan," pungkas Dede.