Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Bagi-Bagi Kursi Menteri Prabowo-Gibran ke Parpol

Liputanesia
05 Mei 2024, 14:56 WIB Last Updated 2024-05-05T07:56:40Z
Prabowo-Gibran pemenang Pilpres 2024/Dok. Ist.

Jakarta - Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bersama partai koalisi tengah mempersiapkan komposisi menteri pada kabinet mendatang.

Prabowo-Gibran diharapkan mengutamakan kepentingan program-programnya, yang harus tercermin dalam komposisi kabinetnya. Berdasarkan UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara, jumlah kementerian maksimal 34 kementerian.

Bila partai pengusung dan pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, masing-masing mendapat dua atau tiga kursi menteri, berarti unsur partai akan sangat dominan. Idealnya, menteri dari kalangan profesional lebih di prioritaskan seperti Sri Mulyani (Menkeu).

Bila mencermati pernyataan presiden terpilih Prabowo ia ingin membentuk koalisi besar, merangkul semua elite partai politik untuk bekerja sama dalam pemerintahan mendatang.

Sejak ditetapkan sebagai presiden terpilih oleh KPU, Prabowo langsung menyambangi Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang menjadi salah satu lawan dalam kontestasi pilpres lalu.

Selanjutnya ia juga mengunjungi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, cawapres yang berpasangan dengan Anies Baswedan.

Prabowo menawarkan kepada mereka untuk kerja sama dalam pemerintahannya. PKS juga demikian dikabarkan akan masuk dalam pemerintahan meski Partai Gelora menolak bila partai itu bergabung. PKS merupakan pengusung Anies-Muhaimin di pilpres lalu bersama Nasdem dan PKB.

Dengan demikian, hampir dipastikan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran akan banyak diisi oleh menteri yang berasal dari partai politik (parpol).

Tinggal PDIP yang belum pasti akan ikut ke dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan alias oposisi. Saat ini tengah dirancang pertemuan antar Prabowo dan Megawati Soekarnoputri.

Namun, banyak pengamat politik yang memprediksi meski pertemuan kedua tokoh itu berlangsung, PDIP akan berada di luar pemerintahan.

Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengisyaratkan hal itu. Dia menegaskan, oposisi dalam pemerintahan diperlukan untuk mengontrol kekuasaan.

Menurut dia, istilah oposisi merupakan bagian dari demokrasi, yang mana harus terdapat sistem kontrol pengawasan agar pemerintahan berjalan efektif dan bermanfaat bagi rakyat.

“Perlu ada penyeimbang dan kontrol terhadap kekuasaan itu, karena kekuasaan kalau tanpa ada kontrol yang terjadi bisa semena-mena,” kata Masinton dalam diskusi daring bertajuk Demokrasi Tanpa Oposisi yang dipantau di Jakarta, Sabtu (4/5/2024).

Untuk itu, lanjut dia, apabila nanti PDIP di luar pemerintah, pihaknya tidak sekadar berbeda pendapat tetapi memberikan berbagai alternatif kebijakan. Langkah tersebut telah dilakukan PDIP pada masa pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun.

Kala itu, PDIP konsisten berada di luar pemerintahan dan aktif memberikan berbagai alternatif kebijakan yang bisa dinilai oleh rakyat serta baik bagi sistem pemeriksaan dan penyeimbang (check and balance) dan kontrol dari luar pemerintahan.

“Ini juga menjadi bagian dari edukasi dan pendidikan politik rakyat,” kata dia.

Masinton mengingatkan berada di luar pemerintahan bukan berarti pihak oposisi membenci atau anti terhadap pemerintah.

“Itu stigma yang selalu salah selama ini karena kita belum mampu membangun kelembagaan demokrasi, termasuk melembagakan partai-partai politik yang ada di luar pemerintahan,” ujarnya.

Kendati demikian, dia mengungkapkan PDIP sejauh ini belum menentukan sikap politik akan berada di dalam atau di luar pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran.

Keputusan akan diambil saat Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan pada 24-26 Mei 2024. Hanya banyak yang meyakini PDIP akan berada di luar pemerintah alias sebagai oposisi.

Sebab, PDIP terhalang oleh Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak dari Presiden Jokowi dimana sebelumnya mereka adalah kader partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu yang dinilai membelot. []

(YRn)

Iklan