Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Zina Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Terbaru

Redaksi
11 Okt 2023, 14:43 WIB Last Updated 2024-09-09T17:40:58Z
Gambar Ilustrasi.

Opini - Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia yang merupakan bekas jajahan belanda sehingga hukum belanda turut mempengaruhi dalam tata kehidupan bangsa terutama dalam kehidupan formal yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan maupun kasus-kasus yang diselesaikan melalui pengadilan.

Termasuk Kitab Undang -Undang Hukum Pidana (KUHP). Memang sebuah ironi bagi bangsa yang sudah memproklamirkan sebagai bangsa yang merdeka sejak 17 agustus 1945, selama ini masih memakai KUHP warisan belanda, Sehingga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang sudah seharusnya segera dilakukan pembaharuan yang sesuai dengan nilai dan norma yang dianut bangsa indonesia .

Sejalan dengan yang dikatakan oleh wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham) eddy o.s. hiariej bahwa KUHP yang kita pakai saat ini telah disusun sejak tahun 1800 yang berarti bahwa KUHP ini sudah berusia 222 tahun lamanya Sehingga KUHP lama ini sudah sangat usang serta tidak sesuai dengan nilai nilai yang dianut oleh bangsa indonesia sendiri salah satu nya adalah mengenai masalah pengaturan mengenai perluasan makna perzinahan atau kohabitasi.

Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya melakukan perubahan yang fundamental dalam sistem hukum pidana, pembaharuan hukum pidana tidak hanya membangun lembaga- lembaga hukum pidana, tetapi juga harus mencakup pembangunan substansi produk hukum yang merupakan hasil suatu sistem hukum dalam bentuk peraturan-peraturan hukum pidana dan yang bersifat kultural yakni sikap-sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi berlakunya sistem hukum.

Pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan/politik hukum pidana atau penal poilicy. Menurut barda nawawi, latar belakang dan urgensi diadakannya pembaharuan hukum pidana ditinjau dari aspek sosio politik, sosio filosofis, sosio cultural, atau dari berbagai aspek kebijakan (khususnya kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum.

Seiring dengan pembaharuan hukum pidana, konsepsi pengertian zina yang ada dalam KUHP terbaru berbeda dengan pengertian yang ada dalam KUHP yang lama, yang dalam hal ini merupakan bentuk dari upaya pembaharuan hukum pidana.

Dalam pasal 284 KUHP lama memberikan batasan bahwa suatu perbuatan dapat di katakan perzinahan apabila seseorang melakukan persetubuhan hanya apabila salah satu dari mereka baik laki-laki dan perempuan telah terikat perkawinan.

Sedangkan dalam KUHP terbaru memberikan perluasan terhadap makna zina yaitu yang dikatakan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa salah satu di antara keduanya terikat dalam suatu perkawinan. artinya tanpa terikat perkawinan pun mereka dikatakan melakukan tindak pidana perzinahan.

Seiring telah di lakukannya pembaharuan hukum pidana di indonesia, tindak pidana perzinahan ini pun tidak luput dari perbuatan yang dikriminalisasikan kedalam konsep KUHP terbaru sebagai bagian dari pembaharuan hukum pidana, upaya pembenahan KUHP untuk mengatasi permasalahan dalam masyarakat.

Pembaharuan hukum pidana dalam hal perluasan makna zina merupakan bentuk perhatian atau antisipasi dari pemerintah untuk menekan angka perzinahan di luar perkawinan yang di lakukan anak anak muda di indonesia yang mengakibatkan banyaknya kasus aborsi.

Dalam KUHP lama pada pasal 284 KUHP yang mengatur mengenai tindakan perzinahan tidak dapat mengikuti adanya perkembangan zaman dikarenakan dalam rumusan norma terdapat keterbatasan sehingga pasal tersebut tidak dapat merespon isu-isu yang sering terjadi akhir-akhir ini pada remaja generasi milenial yaitu hubungan seks diluar pernikahan yang sah.

Hal ini di sebabkan dalam KUHP lama hanya mengatur mengenai defenisi zina yang hanya terikat perkawinan tidak dikenakan sanksi walaupun perzinahan tersebut melanggar nilai budaya dan moral. akibatnya, pergaulan bebas atau hubungan seksual terkesan biasa saja. sehingga menimbulkan banyak kejahatan seperti aborsi, pembunuhan bayi, penelantaran bayi, juga pembuangan bayi.

Dalam KUHP terbaru bersifat delik aduan absolut yang di perluas dalam KUHP lama yakni tidak hanya istri atau suami masing-masing pelaku yang berhak mengadu tetapi bisa jadi pengadu adalah pihak ketiga yang tercemar dalam hal ini bisa pasangan, orang tua atau anak, pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum di mulai.

Tidak sampai disana, karena menjadi delik aduan absolut pemerintah daerah tidak boleh membuat peraturan daerah (Perda) yang membuka ruang adanya praktik perzinahan atau kohabitasi karena itu bukan lagi wilayah delik biasa, demikian juga organisasi-organisasi keagamaan tidak bisa melakukan operasi di hotel atau penginapan, dengan alasan memberantas zina, jika tidak ada aduan dari mereka yang berhak.

Sejatinya larangan zina tidak semata mencegah timbulnya kekacuan garis keturunan anak atau nasab, melainkan juga penyakit yang di sebabkan oleh kebiasaan seks bebas, perbuatan zina merupakan perbuatan yang merusak sendi-sendi moralitas bangsa, oleh sebab itu adanya perluasan pengertian zina telah sejalan dengan asas ketuhanan yang maha esa.

Perluasan makna zina dalam KUHP terbaru telah sejalan dengan tujuan pembaharuan hukum pidana sebagai sarana untuk melindungi masyarakat, karena zina banyak menimbulkan dampak buruk dan banyaknya yang melakukan hubungan seksual perkawinan sehingga telah melanggar kesucian lembaga perkawinan yang mana hal tersebut tidak sesuai dengan nilai- nilai yang dianut oleh bangsa indonesia yaitu nilai-nilai yang ada dalam pancasila.

Penulis: Rima Melati Situmorang
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Iklan